Find Us On Social Media :

UMP: Ditetapkan Pemerintah, Dianggap Kurang oleh Buruh, Dinilai Terlalu Besar oleh Pengusaha

By Intisari Online, Sabtu, 20 Oktober 2018 | 17:00 WIB

Intisari-Online.com - Memasuki akhir tahun seperti ini, penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tetap masih saja menuai polemik. Padahal, sejak dua tahun lalu Pemerintah sudah menetapkan aturan kenaikan UMP menggunakan formula yang didasarkan pada hitung-hitungan makro ekonomi.

Adapun belaid yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Sesuai pasal 44 ayat 1 dan ayat 2 aturan tersebut, penetapan upah minium setiap tahunnya ialah hasil penambahan upah minimum tahun berjalan dikalikan tingkat inflasi plus pertumbuhan ekonomi nasional.

Sejak terbitnya aturan ini, penetapan UMP memang berbeda. Hal ini tidak lepas dari aturan teknis yang ada di bawahnya. Sebelum adanya kebijakan ini, dalam menetapkan UMP, dewan pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi akan melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL).

KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan satu bulan.

Baca Juga : Kenaikan UMP Ditolak Serikat Buruh: Ini 5 Negara dengan Upah Tertinggi di Dunia, Ada yang Sampai Rp1,34 Miliar per Tahun

Sejak diluncurkannya Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Pemerintah menetapkan standar KHL sebagai dasar dalam penetapan upah minimum seperti yang diatur dalam pasal 88 ayat 4.

Pembahasan lebih dalam terkait ketentuan KHL diatur dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 17 tahun 2005 tentang komponen dan pentahapan pencapaian kebutuhan hidup layak. Namun, aturan tersebut direvisi menjadi Permenakertrans Nomor 13 tahun 2012 tentang perubahan penghitungan KHL.

Dari beleid tersebut, jumlah kebutuhan yang semula 46 jenis komponen ditambah menjadi 60 jenis. Adapun item KHL yang tertuang dalam penetapan UMP tersebut bermacam-macam, mulai dari kebutuhan sandang, pangan dan papan.

Perlu dikethui, untuk menentukan besaran KHL, maka survei dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari sampai September, sedang untuk bulan Oktober sampai Desember dilakukan prediksi dengan membuat metode least square. Hasil survei tiap bulan tersebut kemudian diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.

Baca Juga : Sisi Gelap di Balik Gemerlapnya Dubai: Sonapur, Tempat Ratusan Ribu Buruh Hidup dengan Sangat Menderita

Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Sementara, untuk upah pekerja dengan masa kerja 1 tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan.

Namun, kebijakan penetapan KHL itu kembali direvisi menjadi Permenaker Nomor 21 Tahun 2016. Beleid ini merevisi habis Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian KHL.

Hanya pasal 2 dan lampirannya tetang komponen KHL saja di Kemenakertrans Nomor 13 tshun 2012 yang tidak direvisi. Permenaker Nomor 21 Tahun 2016 ini ditandatangani tanggal 27 Juni 2016.