Find Us On Social Media :

Kisah Orang-orang Jawa di Suriname: Sempat Dianggap Bodoh, Pandir, dan Mudah Ditipu

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 13 Oktober 2018 | 13:00 WIB

Intisari-Online.com – Sampai awal abad ke-19 Suriname diwarnai bunga-bunga etnis. Penduduk aslinya sendiri, orang Amerindian, ditambah lagi oleh golongan Bush Negro.

Terakhir, orang-orang Eropa dan keturunannya yang mereka namakan orang Kreol. Orang Kreol inilah yang kemudian mendominasi populasi Suriname hingga kini.

Tadinya, Kreol hanya sebutan untuk orang Eropa yang dilahirkan di Amerika Selatan atau India Barat, tapi kemudian berkembang menjadi sebutan untuk orang asing yang dilahirkan di Suriname.

Kemudian kedatangan sekitar 32.000 emigran Jawa di Suriname menjadi tonggak awal lahirnya variasi etnis Jawa di tengah-tengah populasi Suriname yang sudah beraneka itu.

Baca Juga : Tak Hanya Suriname Jejak Peradaban dan Keturunan Indonesia juga Sampai ke Afrika Selatan

Hingga tahun 1972, populasi orang Jawa sudah mencapai 58.863 jiwa (sekitar 13%) dari 348.903 penduduk Suriname.

Dengan jumlah itu, orang Jawa menempati urutan ketiga, setelah India (38%) dan orang Kreol (31%).

Walau demikian, dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa tidak lebih dianggap suku minoritas. Pada saat itu, hanya segelintir orang Jawa di sana yang tahu baca-tulis.

Rasa tertekan ini semakin terasa akibat sikap dan tegur sapa kasar golongan lain yang menganggap orang Jawa bodoh, pandir dan mudah ditipu.

Baca Juga : Orang-orang Jawa di Suriname: Mulai dari Menari Jaran Kepang Sampai Jadi Calon Presiden!

Ini menyebabkan semakin ketatnya kelompok Jawa ke dalam isolasi yang kental sebagai reaksi kelompok minoritas.

Rasa berlainan ras juga timbul dengan sadar dalam diri orang-orang Jawa itu. Pergaulan sesama orang Jawa tetap dipelihara dengan derajat pemakaian bahasa Jawa yang ngoko dan krama.

Slametan, sesajen, pesta tayub, joget, wayang, orkes terbang, ludruk, tetap menjadi titik sentral dalam aktivitas mereka.