Penulis
Intisari-Online.com – Namanya jarang disebut orang, padahal dialah perempuan yang melahirkan Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte (1769 - 1821).
Kecintaannya pada keluarga membuat Letizia Bonaparte rela hidup sederhana di tengah gelimang takhta dan harta.
Mari kita simak tulisan Ida Sundari Husen, Letizia Sang Pelindung Bonaparte, seperti yang dimuat di Majalah Intisari edisi April 2009.
--
Baca Juga : Sunda Megathrust, Ancaman Besar Bagi Jakarta, Bisa Timbulkan Gempa Hingga 9 SR
Perubahan Prancis dari Republik menjadi kekaisaran juga tidak menyenangkan hati Letizia. la takut jiwa putranya terancam.
Golongan republik yang fanatik pasti tidak menyukai perubahan itu, demikian juga kerajaan-kerajaan Eropa lainnya yang menentang dinasti baru.
Letizia, meski dinobatkan sebagai Madame Mere alias ‘Ibunda Kaisar', menolak hadir dalam upacara agung yang diselenggarakan di katedral Notre-Dame de Paris yang.
Ia terutama enggan menyaksikan pemasangan mahkota permaisuri di kepala Josephine.
Baca Juga : Napoleon: Memamerkan Kemegahan dan Kemewahan Termasuk Kewajiban Seorang Raja
Sial buat Letizia, dalam lukisan resmi penobatan Kaisar Napoleon, Madame Mere kelihatan hadir, konon hasil rekayasa pelukis.
Gantinya, Letizia sengaja melancongkan diri menengok Lucien di Roma, dan menjenguk Pauline yang telah menikah lagi dengan Prince Borghese, setelah suami pertamanya, Jenderal Lecierc, meninggal di Saint-Domingue.
Perjalanan itu menghibur hati Letizia, apalagi di Roma Paus menyambutnya dengan penuh penghormatan.
Letizia menolak tinggal di Istana Tuileries atau istana-istana lainnya. Ia lebih suka menempati rumah sendiri. Ia membeli gedung mewah milik Lucien, hotel de Brienne (sekarang ditempati Kementerian Pertahanan Prancis) seharga f600.000.
Baca Juga : Ternyata Letusan Tambora-lah yang Menyebabkan Kekalahan Napoleon Bonaparte
Di gedung itu ada dua ruang resepsi besar dan kapel yang dikunjungi Letizia setiap hari untuk mendengarkan misa.
Letizia yang mendapat tunjanganƒ300.000 per tahun selalu hadir di upacara-upacara resmi, berdiri di samping kanan Kaisar. Setelah menghadiahi ibunya Istana Le Grand Trianon, ia memberi Letizia Chateau de Pont senilai f 200.000, ditambah ƒ160.000 untuk renovasi.
Untuk menunjukkan rasa terima kasih, setiap tahun Madame Mere tinggal beberapa bulan di situ, dan beberapa bulan di Paris.
Napoleon juga memberi ibunya jabatan kehormatan sebagai Pengelola Lembaga Sosial Kekaisaran dengan dana ƒ100.000 per tahun. "Aku berutang budi kepada ibuku untuk segala kekayaan dan hal baik yang kulakukan," katanya sekali waktu.
Baca Juga : Kisah Raja Shaka Zulu, 'Napoleon dari Afrika' yang Tersohor Gila, Kejam dan Haus Darah
Menabung buat masa sulit
Setelah Napoleon jadi kaisar, Letizia sering kali menerima kedatangan putranya. Kaisar biasanya datang mendadak dan langsung masuk ruang tamu, tanpa pendamping atau pengawal. Letizia selalu menekankan kepada staf rumah tangganya bahwa ia ingin berbincang dengan anaknya, bukan kaisar, tentang hal-hal yang menyangkut urusan keluarga, bukan negara.
Pada pertemuan itu, Kaisar sering menegur Letizia karena tidak cukup membelanjakan uang. Kaisar ingin Letizia membelanjakan paling sedikit satu juta franc per tahun. Sang ibu setuju asalkan putranya memberinya duit dua kali lipat.
Baginya tunjangan itu "tabungan masa depan". Ia yakin sistem kekaisarah tidak abadi. Adik-adik Napoleon yang Raja Spanyol, Napoli, Westphalia, dan Belanda pun menghibahkan tunjangan mereka sebagai pangeran Prancis kepada ibu mereka.
Letizia merasa, prestasi anak-anaknya akan disusul kejatuhan di suatu saat. Itu sebabnya, sejak awal ia mengumpulkan setiap keping uang yang diperolehnya untuk ditabung.
Kehidupannya sebagai Ibunda Kaisar pun tidak jauh berbeda daripada ketika masih di Ajaccio. Setiap pagi menghadiri misa, tanpa pengiring.
"Suatu hari para Yang Mulia itu akan kembali memerlukan perlindunganku. Bahkan siapa tahu aku harus kembaii memberi roti kepada raja-raja itu!" ucapnya.
Beberapa sejarawan menulis, Ibunda Kaisar tidak mempedulikan apa yang terjadi di negaranya. Hal itu tidak benar. Memang ia tidak banyak bicara, tetapi pada saat diperlukan, ia menunjukkan pendapatnya dan memperlihatkan sikapnya.
Di sekitar Kaisar, orang yang pengaruhnya tidak pernah berkurang justru Madame Mere. Pernah terjadi, Lucieh merasa mendapat fitnah yang direkayasa oleh Kepala Polisi Joseph Fouche yang terkenal tidak gentar menghadapi apa pun. Ternyata sang Kepala Polisi tunduk di hadapan Madame Mere.
Baca Juga : Nenek Buyut Raja Swedia Saat Ini Ternyata Bekas Pacar Napoleon
Pada kesempatan lain, ia menyatakan tidak setuju atas hukuman mati yang dijatuhkan pada due d'Enghien, berlawanan dengan pendapat banyak pemimpin revolusioner waktu itu. Atau tentang hubungan Napoleon dan Paus yang tak selamanya mulus. Jika terjadi perselisihan, dukungan Letizia pasti diberikan kepada Paus dan pejabat Vatikan.
Tentu saja Napoleon tidak menyukai reaksi tersebut, namun dalam jangka panjang klan Bonaparte justru diuntungkan.
Buktinya, setelah kejatuhan Kaisar Napoleon I, ketika dikucilkan oleh seluruh Eropa, keluarga Bonaparte, khususnya Letizia dan saudara tirinya Kardinal Fesch justru diterima dengan tangan terbuka di Vatikan.
Berkat perlindungan Paus, mereka dapat mengungsi di situ dengan jaminan keamanan sebaik-baiknya. Bahkan Madame Mere melewatkan sisa hidupnya di sebuah palazzo di Roma.
Baca Juga : Bukan Pasukan Musuh, Tapi Karena Serbuan Hewan Ini Pasukan Napoleon Kocar-Kacir
Intuisi dan prakiraan Letizia pun sering tepat. Misalnya ia tak setuju Republik Prancis diubah menjadi kekaisaran. Ia pernah mengingatkan hal tersebut kepada putranya yang keras kepala, tapi tak digubris.
Dalam urusan keluarga, firasatnya tentang kedua isteri Napoleon, Josephine de Beauharnais dan Marie Louise dari Austria pun tepat. Kedua perempuan itu hanya memanfaatkan kedudukan Napoleon, tidak mencintainya.
Namun, yang paling memprihatinkan Letizia sepanjang hidupnya adalah retaknya hubungan Napoleon - Lucien. Napoleon tidak suka adiknya menikah dengan sembarang orang, sementara sang adik sama sekali tak mau diatur oleh Kaisar.
Madame Mere-lah yang sering membela Lucien mati-matian sehingga dituduh lebih mencintainya.
Baca Juga : Battle of the Nile : Misi Rahasia Pasukan Napoleon Mengusasi Mesir Lewat Laut yang Berakhir Tragis
Lucien juga satu-satunya adik Napoleon yang tidak mau diangkat menjadi raja. la menolak berbagai jabatan yang ditawarkan kakaknya sebagai imbalan perceraiannya dengan isterinya. Berkat perlindungan ibunya, Lucien tidak dikucilkan dari keluarga Kaisar.
Pada 1805, Letizia berusaha mempertemukan keduanya. Namun pertemuan itu justru membuat kedua kakak-beradik nyaris berkelahi. Lucien memilih "melarikan diri" dan "bersembunyi" di Vatikan.
Paus Pius VII, yang pernah berselisih dengan Napoleon, mengangkatnya menjadi Prince de Canino.
Terpisah di pengasingan
Letizia tidak pernah kembali ke Korsika, melainkan menetap di Italia. Namun ia sempat mendampingi Napoleon di Pulau Elbe, karena isterinya, Marie-Louise, tidak mau ikut.
Baca Juga : Ramalan Nostradamus: Napoleon, Hitler, dan Tokoh di Timur Tengah dalam Perang Dunia
Ketika Napoleon memutuskan meninggalkan Pulau Elbe pada 26 Februari 1814 dan mencoba merebut lagi tampuk pemerintahan Prancis, Letizia turut mendorongnya dengan mengatakan, pengasingan tidak cocok untuk orang sekaliber anaknya. Lebih baik mencari solusi lain walaupun risikonya mati dengan pedang di tangan.
Saat untuk kedua kalinya ia harus meninggalkan Prancis, setelah kekalahannya di Waterloo pada 1815, Napoleon bermaksud pergi ke Amerika. Namun ia ditipu dan dibawa ke Saint Helena.
Letizia yang sudah berusia 70 tahun merasa sedih, tanpa berita dari putranya yang diasingkan. Baru belakangan ia tahu Napoleon berada di Saint Helena.
Letizia mengajukan permohonan agar penahanan Napoleon diperingan, namun sia-sia. Napoleon akhirnya meninggal pada 5 Mei 1821, tapi Letizia baru diberi tahu pada bulan Juli. Ibu yang malang itu tergoncang.
Baca Juga : Makanan Kaleng yang Kita Konsumsi Saat Ini Berasal Dari Sayembara Napoleon Bonaparte
Baginya, hidup sudah berakhir. Tak dikabulkan juga permohonan terakhirnya agar kerangka Napoleon dibawa ke Prancis dan dimakamkan di tepi Sungai Seine "di tengah-tengah rakyat Prancis yang sangat dicintainya" sesuai pesan almarhum.
Letizia hidup lebih lama 15 tahun daripada putranya yang nomor dua itu. Di tengah-tengah berbagai potret dan kenangan tentang lima putra dan tiga putrinya, serta suami tercinta, Charles.
Sampai akhirnya, menghembuskan napas terakhir di usia 87, disaksikan oleh Lucien, Jerome, dan Kardinal Fesch.
Baca Juga : Napoleon, Panglima Perang yang Selalu Bertempur di Garis Depan dan Bukan Hanya ‘Duduk Manis’ di Tenda