Penulis
Intisari-Online.com – Michael Tamba berhasil selamat dari penyiksaan di Kongo. Ia lalu melakukan perjalanan berbahaya dengan perahu dari Turki.
Kemudian dia menemukan tempat perlindungan di kamp pengungsi terbesar di Eropa, Kamp Moria.
Tamba kira di sini hidupnya akan lebih baik. Faktanyaa justru sebaliknya.
Pria berusia 31 tahun ini bahkan mencoba mengakhiri hidupnya beberapa saat setelah tinggal di Kamp Moria.
Ada apa dengan Kamp Moria?
Total Tamba berada di Moria selama 11 bulan dan itu sangat traumatis baginya.
Menurut Tamba, Moria adalah sebuah kamp di mana 9.000 orang tinggal di sana. Nyatanya tempat ini hanya bisa menampung 3.000 orang.
Kondisinya jorok dan tidak bisa dinyatakan sebagai tempat perlindungan pengungsi.
Karena terlalu ramai, untuk makan saja mereka harus mengantri selama 12 jam. Ketika dapat makanan, beberapa makanan sudah berjamur.
Pekan lalu, pekerja bantuan mengeluh karena kondisi toilet yang sangat jorok dan tidak layak.
Lebih dari itu, serangan seksual, serangan pisau, dan usaha bunuh diri adalah hal biasa.
Padahal Moria adalah tempat yang paling banyak didatangi oleh pengungsi. Sebagian besar dari Suriah, Irak dan Afghanistan.
Rencananya mereka ingin ke Eropa Utara. Namun mereka menyerah ke sana dan bertahan di negara Yunani ini.
Sejatinya, Uni Eropa mencoba untuk mengendalikan situasi dengan menutup perbatasan internal dan membangun kamp di pinggiran blok di tempat-tempat seperti Lesbos.
Baca Juga : Tinggal di Daerah Rawan Bencana? Yuk, Siapkan Tas Siaga Bencana dengan 9 Barang Pokok Berikut!
Namun ada begitu banyak pengungsi datang kemari dan mereka tidak bisa keluar dengan mudah.
Menurut catatat, pengungsi yang sudah sampai Yunani berjumlah sekitar 23.000 orang pada tahun 2018 ini.
Angka tersebut turun cukup jauh. Sebab pada tahun 2015 ada sekitar 850.000 orang.
Kekurangan tersebut dikarenakan Uni Eropa sudah berusaha kerasa mengembalikan pengungsi ke tempat asalnya atau pindah ke tempat lain.
“Saya telah berada di sejumlah kamp dan di sinilah situasi paling mengerikan,” kata Louise Roland-Gosselin, yang menghabiskan lima tahun di zona krisis di Kongo dan Sudan Selatan.
“Saya harus mengatakan bahwa Moria adalah kamp pengungsi dengan tingkat penderitaan tertinggi.”
Salah satu alasan mengapa sangat banyak orang yang bermasalah di Moria adalah karena mereka mengalami gangguan kesehatan mental yang luar biasa.
Ingat, sebagian besar dari mereka datang dari Suriah, Irak, dan Afghanistan. Di mana banyak di antaranya mereka menderita trauma masa perang dan kemudian diperburuk oleh kondisi di Moria yang sangat buruk.
Inilah yang memicu Tamba dan pengungsi lainnya putus asa dan ingin bunuh diri.
Baca Juga : Bak Film Hollywood, Pria Ini Kabur dari Penjara dengan Gunakan Dinamit, Bom Asap, dan Helikopter