Find Us On Social Media :

Gempa Kobe, 'Tamparan Keras' yang Mengubah Cara Jepang Menghadapi Bencana Alam

By Intisari Online, Selasa, 2 Oktober 2018 | 16:15 WIB

”Sangat sulit mempertahankan ingatan pada bencana. Orang mudah lupa. Karena itu, tiap tahun, kami membuat simulasi gempa, khususnya melibatkan anak-anak,” kata Tomoyoshi Hirose, Kepala Manajemen Krisis Kota Kobe.

Baca Juga : Prabowo Rapat Ditemani Kucingnya, Ternyata Ini 5 Sifat Para Pencinta Kucing!

Dalam peringatan kali ini, Kota Kobe menggelar simulasi gempa yang diikuti 350.000 orang secara serentak. ”Apa yang kami pelajari dari gempa yang lalu adalah sebagian besar warga selamat karena menolong dirinya sendiri. Maka, yang kami ajarkan sekarang adalah pertama-tama warga harus tahu risiko gempa dan selalu siap. Baru kemudian diajarkan untuk saling membantu,” kata Hirose.

Praktik menyelamatkan diri dan kemudian menyelamatkan orang lain amat ditekankan di Jepang. Bahkan, sejak masih di taman kanak-kanak, mereka sudah dikenalkan dengan risiko bencana.

Begitu masuk sekolah dasar, salah satu perlengkapan yang wajib dibawa siswa adalah bantal pelindung kepala.

Sekolah juga didesain sebagai lokasi paling aman dan dipersiapkan sebagai titik kumpul begitu terjadi bencana. Logistik berupa selimut, air, dan makanan kemasan yang tahan hingga lima tahun distok dan rutin diganti jika kedaluwarsa.

Kantor pemadam kebakaran di tiap kota biasanya berfungsi sebagai pusat pendidikan bencana bagi segala usia.

Masyarakat juga bisa menjajal kekuatan gempa dengan alat simulasi, diajarkan apa yang harus dilakukan, termasuk bagaimana membangun rumah-mengatur perabotan agar aman saat gempa.

Komitmen Jepang untuk pencegahan bencana telah dimulai sebelum gempa Kobe. Sejak 1960, setiap 1 September, mereka memperingati Hari Pencegahan Bencana Nasional.

Tanggal itu bertepatan terjadinya gempa besar pada tahun 1923 yang melanda Kanto (Tokyo dan sekitarnya) dan menewaskan 140.000 orang.

Dari segi jumlah korban, gempa Kanto merupakan yang terbesar dalam sejarah Jepang. Namun, gempa Kobe merupakan titik balik untuk lebih mengoperasionalkan strategi pengurangan risiko bencana itu.

Sebelum gempa