Find Us On Social Media :

Gempa Kobe, 'Tamparan Keras' yang Mengubah Cara Jepang Menghadapi Bencana Alam

By Intisari Online, Selasa, 2 Oktober 2018 | 16:15 WIB

Intisari-Online.com - Jika setelah bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala masyarakat Indonesia merasa perlu belajar tentang mitigasi bencana, rasanya hampir semua orang akan sepakat bahwa Jepang adalah rujukan yang terbaik.

Namun, kemampuan mitigasi negara dan rakyat Jepang dalam menghadapi bencana tidak datang dengan serta-merta, atau melulu hanya mengandalkan 'watak' mereka yang disiplin.

Jepang yang sudah berabad-abad sudah ratusan atau mungkin ribuan kali diterpa bencana alam baik gempa bumi maupun tsunami juga butuh "tamparan keras" yang membuat mereka sadar pentingnya mitigasi bencana.

"Tamparan keras" tersebut datang pada 1995 saat gempa Kobe melanda, seperti diuraikan oleh Ahmad Arif dalam artikel berjudul "Gempa Kobe, Titik Balik Jepang" yang pernah tayang di kompas.com pada 22 Januari 2015 berikut ini.

Baca Juga : Ngeri! Ternyata Beginilah Isi Kulkas Pasangan Suami-Istri Kanibal Saat Ditangkap Polisi

Gempa Kobe pada tahun 1995 bukan yang terkuat dalam sejarah Jepang. Namun, gempa besar pertama yang melanda metropolitan di Jepang itu jadi titik balik dalam merespons gempa bumi.

Selain merevisi standar konstruksi bangunan, mereka juga memperbaiki manajemen tanggap darurat dan pendidikan bencana.

Sabtu (17/1) dini hari, hujan yang mengguyur semalaman baru mereda. Taman Higashi Yuenchi di Kobe, Prefektur Hyogo, Jepang, dipenuhi warga.

Tepat pukul 05.46, bersamaan detik terjadinya gempa dahsyat yang menghancurkan Kobe, 1.000 batang bambu yang telah diberi sumbu satu per satu dinyalakan.

Baca Juga : Kisah Pilot Helikopter yang Harus Terbang Maut Demi Satu Nyawa di Anjungan Pengeboran

Orang tua hingga anak balita turut dalam peringatan gempa yang dikenal sebagai Hanshin- Awaji Daishinsai. Tahun ini, peringatan menjadi istimewa karena tepat dua dekade.

Lebih dari 10.000 warga menghadiri. Bahkan, siang harinya, Kaisar Hirohito datang ke Kobe, meletakkan karangan bunga dan berdoa bagi para korban.

Dalam peringatan kali ini, anak-anak muda berusia 20 tahun lebih banyak dilibatkan. Mereka juga diminta berpidato dalam upacara peringatan.