Find Us On Social Media :

Palu, Kota Multihazard yang Rawan Diterjang Beragam Wujud Bencana

By Ade Sulaeman, Selasa, 2 Oktober 2018 | 09:30 WIB

Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi salah satu pendorong banyaknya penduduk yang tinggal di kawasan rawan.

Baca Juga : Deretan Foto Warga yang Menjarah Mall dan Toko Setelah Gempa dan Tsunami di Palu

Daerah-daerah ini, seperti wilayah awal di Indonesia pada umumnya, menjadi pusat aktivitas masyarakat. Rifai menambahkan, di beberapa daerah tersebut, tekanan akan kebutuhan lahan sangat besar. Hal ini membuat area tersebut berubah menjadi kawasan permukiman padat.

"Itu semua yang secara tata ruang harus dibenahi," ungkap Rifai.

Namun sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan infrastruktur lain, seperti bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat perlindungan saat terjadi bencana.

"Artinya, kita seperti menaruh penduduk tepat di hot spot bencana," ujar Rifai.

Dengan demikian, penataan kota seperti Palu tentunya berbeda dengan wilayah lainnya. Rifai menjelaskan, penataan ruang di wilayah-wilayah rawan ini seharusnya tidak padat.

"Atau kalau pun padat, sistem tsunami disaster prevention-nya harus kuat," tambah dia.

Contohnya adalah perlunya temporary evacution shelter yang terletak cukup tinggi dan mudah dicapai dalam waktu singkat.

Jika temporary shelter ini berada di tempat tinggi, maka harus dibangun dengan struktur yang kuat dan mampu menahan gempa dengan skala yang mematikan.

Selain gempa dan tsunami, bencana likuifaksi atau perubahan perilaku tanah akibat getaran gempa juga berkontribusi terhadap kerusakan yang diakibatkan.

"Artinya, tiga bencana ini datang di saat yang bersamaan," pungkas Rifai.

(Rosiana Haryanti)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tiga Hal yang Berakibat Kerusakan Besar di Palu".

Baca Juga : Gempa Donggala Sulteng: Rumah Tahan Gempa Ini Bukti Nyata Nenek Moyang Kita 'Bersahabat' dengan Gempa