Find Us On Social Media :

Marah Besar Atas Perang Dagang AS-China, Trump Jadikan China Sebagai 'Bulan-bulanan' di Forum PBB

By Tatik Ariyani, Rabu, 26 September 2018 | 22:00 WIB

Intisari-Online.com - Sidang umum PBB ke-73 dibuka di markas besar PBB di New York pada Selasa (25/9).

Pada kesempatan itu, Presiden AS, Donald Trump menggunakan kesempatan pidatonya untuk meluapkan kemarahannya tentang perdagangan dan kebijakan ekonomi China.

"Saya sangat menghormati dan menyayangi teman saya presiden Xi (Jinping), tetapi saya telah menjelaskan bahwa ketidakseimbangan perdagangan kami (AS) tidak dapat diterima," kata Trump. "Distorsi pasar China dan cara mereka bertransaksi tidak dapat ditoleransi."

Teguran keras Trump atas China ini datang di tengah-tengah perang dagang antara kedua negara.

Baca Juga : Kecanggihan Mobil Dinas Baru Donald Trump Seharga Rp235, Dilengkapi Kulkas Penuh Stok Darahnya

Pada hari Senin (24/9), AS secara resmi memberlakukan tarif lain senilai $ 200 miliar atas barang-barang dari China, yang mendorong Beijing membalas dengan memberlakukan $ 69 miliar barang-barang AS dengan tarif mereka sendiri.

Di tengah perang tarif baru, China pun membatalkan rencana untuk mengadakan negosiasi perdagangan dengan AS.

Trump mengatakan bahwa tarif diperlukan untuk memaksa China melakukan perubahan sistem ekonomi, mengurangi defisit perdagangan AS-China, dan menjaga industri AS.

"Amerika Serikat kehilangan lebih dari 3 juta pekerjaan di manufaktur, hampir seperempat dari semua pekerjaan baja, dan 60.000 pabrik setelah China bergabung", kata Trump.

Baca Juga : Ini 5 Hal yang Tak Boleh Anda Tanyakan pada Orang Berzodiak Gemini!

Trump menambahkan bahwa AS kehilangan $13 triliun dalam kondisi defisit perdagangan selama dua dekade terakhir, tetapi akhir-akhir ini tidak lagi.

AS tidak akan membiarkan pekerjanya mejadi korban, perusahaannya ditipu dan kekayaan AS dijarah serta dipindahkan.

Sebagian ekonom sepakat bahwa fokus Trump pada defisit perdagangan salah kaprah.

Justru kemungkinan perang tarif itulah yang menjadikan jumlah pekerjaan di perusahaan manufaktur AS rendah.

Baca Juga : Apple iPhone XS Max Dijual Rp16 Juta, Padahal Ongkos Produksinya Cuma Rp6 Jutaan

Mereka mengatakan perang tarif cenderung berakhir dengan menyusahkan perusahaan dan konsumen AS.

Pada saat yang sama, para ahli perdagangan dan ekonom mengatakan praktik-praktik China, seperti pencurian kekayaan intelektual AS, harus ditangani.

Namun, apakah perang tarif itu adalah hal yang paling efektif atau tidak, masih harus dikaji.

China bersama Venezuela, Suriah, dan Iran menjadi fokus utama kemarahan Trump selama pidato.

Sementara Korea Utara malah jauh dari amarah Trump.

Pidato Trump 2018 tentang Beijing dinilai lebih keras ketimbang tahun 2017.

Pidato tahun lalu, Trump hanya menyebutkan sebagian besar kesalahan penyebab buruknya perdagangan AS pada kesepakatan perdagangan multinasional, internasional, dan birokrasi global.

Saat itu dia hanya menyebutkan negara-negara yang melanggar aturan secara singkat.

Satu-satunya penyebutan langsung China tahun lalu adalah ketika Trump berterima kasih kepada negara itu bersama dengan Rusia karena menegakkan sanksi terhadap Korea Utara.

Sementara Korea Utara yang menjadi target utama Trump di tahun 2017 menjadi objek pujian yang hati-hati pada 2018.

Tahun lalu, dengan kerasnya Trump menyebut Kim Jong-un sebagai 'Little Rocket Man'.

Namun, pada pidato 2018 ini, Trump justru mengucapkan terima kasih kepada pemimpin Korea Utara karena 'keberaniannya dan langkah-langkah yang diambilnya' dalam negosiasi ambisi nuklir negara itu.

Baca Juga : Ngeri! Bocah 3 Tahun Ditemukan Kelaparan dan Diikat dengan Kabel di Balkon Apartemen Ayah dan Ibu Tirinya