Find Us On Social Media :

Gatot Nurmantyo Tantang KSAD untuk Putar Film 'G30S' dan Tahun 1965 yang Tak Pernah Berakhir bagi Indonesia

By Intisari Online, Jumat, 21 September 2018 | 14:45 WIB

Baca Juga : 4 Jet Tempur Israel Serang Suriah, Pesawat Militer Rusia Rontok

Sebagian besar adegan dibuat dalam rekaan ulang, walaupun ada juga beberapa bagian (sangat sedikit) berupa dokumentasi.

Film ini disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer, diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp 800 juta kala itu. Mungkin 10 kali lipat dalam nilai mata uang saat ini.

Selesai pada 1984 dan kemudian diputar secara terus-menerus di bioskop nasional dan TVRI selama kurang lebih 13 tahun. Mungkin inilah film nasional dengan jumlah penonton terbanyak sampai saat ini.

Ketika Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya, 21 Mei 1998, mulai banyak pihak mengkritisi film ini. Film yang sejak semula memang tujuannya sebagai film propaganda di era pemerintahannya.

Baca Juga : Desa Terendam Muncul Lagi di Waduk Jatigede, Ini 5 Kota yang Tenggelam di Seluruh Dunia

Ini diperkuat oleh hasil riset beberapa sejarawan yang baru terungkap setelah Presiden Soeharto berhenti.

Dari rujukan-rujukan yang saya peroleh, setidaknya ada tiga tokoh sentral yang berperan dalam dihentikannya pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI.

Mereka adalah almarhum Marsekal Udara Saleh Basarah, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah, dan Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono. Majalah Tempo menulis, Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono saat itu mengatakan, ia pernah ditelepon Marsekal Udara Saleh Basarah, Kepala Staf Angkatan Udara KSAU (1973-1977) sekitar bulan Juni-Juli 1998.

"Beliau keberatan karena film itu mengulang-ulang keterlibatan perwira AURI pada peristiwa itu (30 September)," kata Juwono ketika diwawancarai 28 September 2012.

Sebagai menteri pendidikan kala itu, Juwono meminta kepada para ahli sejarah untuk meninjau kembali kurikulum pelajaran sejarah tingkat SMP dan SMA, khususnya yang memuat peristiwa-peristiwa penting. Supaya informasi yang diperoleh siswa didik lebih berimbang.

Ada pun Menteri Penerangan saat itu Letjend (Purn.) TNI Yunus Yosfiah, mengatakan, pemutaran film yang bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning, dan Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika Reformasi.