Find Us On Social Media :

Perang Udara di Langit Inggris, Penentu Runtuhnya Kedigdayaan Nazi di Daratan Eropa

By Ade Sulaeman, Sabtu, 27 Mei 2017 | 13:00 WIB

Perang udara Inggris

Dalam kondisi seperti itu pesawat-pesawat Nazi, khususnya pesawat fighter bahan bakarnya sudah terbatas dan hanya bisa melaksanakan dogfight secara singkat.

Tanpa kawalan yang cukup pesawat-pesawat pengebom Nazi akhirnya menjadi sasaran empuk bagi fighter RAF. Ratusan pesawat Luftwaffe pun berhasil dirontokkan oleh pilot-pilot RAF.

Hingga memasuki bulan Agustus, RAF telah berhasil merontokkan 367 pesawat Luftwaffe.

Sedangkan RAF sendiri telah kehilangan 183 pesawat dalam dogfight di udara dan 30 pesawatnya lainnya hancur diserang pesawat Luftwaffe sewaktu masih berada di darat.

Dengan jumlah pesawat tempur mencapai 550 unit yang rontok dari kedua belah pihak dan hanya berlangsung kurang dari satu bulan, dogfight dalam Battle of Britain betul-betul luar biasa.

(Baca juga: Luar Biasa, Reaksi Anggota Pramuka Putri Menggertak Anggota Neo-Nazi Jadi Viral dan Diapresiasi Banyak Orang)

Memasuki bulan Oktober, tanda-tanda kekalahan Luftwaffe dalam Battle of Britain makin tampak setelah lebih dari 1.700 pesawatnya rontok.

Marsekal Goering dengan penuh kekecewaan dan amarah akhirya terpaksa menghentikan kampanye serangan udara ke Inggris karena khawatir kekuatan udara Luftwaffe akan mengalami kehancuran.

Secara militer Inggris telah memenangkan Battle of Britain pada saat paling kritis mengingat saat itu sudah kekurangan pilot dan hanya mengandalkan para sukarelawan.

Dalam missi tempurnya di atas udara Inggris, kadang sama sekali tak ada pilot RAF warga Inggris sehingga secara politis hingga era terkini, Inggris betul-betul sangat menghargai para pilot sukarelawan yang telah bertempur bagi bangsa dan negaranya.

Kemenangan pertempuran udara dalam Battle of Britain bahkan menjadi turning point Sekutu untuk memenangkan peperangan di Eropa.

Mirip dengan turning point militer AS saat mengalahkan pasukan Jepang di Midway yang juga menjadi modal untuk memenangkan peperangan di kawasan Asia Pasifik.