Inilah yang Mesti Dilakukan Orangtua Agar Puasa Pertama si Kecil Berhasil, Salah Satunya: Bebaskan Ia Menentukan Batas Waktunya

Moh Habib Asyhad

Penulis

Lakukan 6 Hal Ini Jika Anak Rewel saat Belajar Puasa!

Intisari-Online.com – Biasanya anak-anak tertarik karena melihat teladan orangtuanya. Oleh karena itu peran orangtua menjadi sangat penting agar puasa pertama si kecil menjadi menyenangkan.

Latihan puasa pada anak-anak biasanya tidak berlangsung sehari penuh. Yang berusia enam tahuri ke atas umumnya diperoblehkan ikut berpuasa sebatas kemampuan saja.

(Baca juga:Terbukti Secara Ilmiah, Puasa Berikan Energi Positif Bagi Lahir Batin)

Bisa setengah hari atau 3 - 4 jam setelah santap sahur, sejauh tidak ada gangguan kesehatan.

Agar tercipta suasana menyenangkan bagi anak yang pertama kali berpuasa, ada beberapa kiat yang bisa dilakukan. :

Siapkan lingkungan puasa yang baik

Bila kebetulan ibu “beralangan” hendaknya hal itu bisa disembunyikan. Karena kepolosannya, seorang anak, bisa dengan spontan mengatakan, "Ibu menyuruh puasa, tapi Ibu sendiri tidak berpuasa!"

Menjaga lingkungan

Salah satunya, janganlah menyediakan makanan yang mengundang selera di siang hari.

Buka puasa berjamaah pun dapat mendorong motivasi anak-anak untuk berpuasa. Misalnya, karena tidak berpuasa anak akan malu bergabung untuk makan bersama saat buka puasa,

Biarkan anak menentukan sendiri batas waktu puasanya

Apakah dua jam, tiga jam, atau bahkan kurang dari itu.Di hari-hari berikutnya, sambil melihat perkembangan, pelahan-lahan ia bisa diajak untuk meningkatkan waktu berpuasa. Misalnya 10, 15 menit, atau satu jam. Jangan dipaksa.

Ajak anak untuk menghabiskah waktu berpuasa dengan membaca Al Quran bersama-sama.

Selain membantu mengalihkan perhatiah bahwa ia sedang berpuasa, juga akan makin menumbuhkan ikatan emosional ibu-anak.

Lebih baik lagi bila ibu dapat menjelaskan arti setiap bacaan.

Buatlah suasana sahur dan berbuka yang menyenangkan.

Saat berbuka, makanlah secara bertahap. Dimulai dengan makanan/minuman manis. Kurma pun bisa menjadi pilihan. Selanjutnya baru menyantap makanan yang lengkap. Selain itu, sajikan menu kesukaanhya dengan penampilan yang menarik.

Untuk sahur, pilihlah,menu yang praktis, mudah disiapkan, serta bervariasi agar anak tidak bosan.

Misalnya nasi bisa diganti dengan roti, mi, spageti, atau kentang.

Beri hukuman dan ganjaran

Ganjaran dan hukuman diberikan untuk memotivasi perbuatan yang positif.

Ganjaran bisa berupa materi atau nonmateri, misalnya pujian bila ia berhasil menyelesaikan puasanya. Sedangkan hukuman lebih bersifat meningkatkan kesadaran dan pengertian agar anak sadar akan kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi.

Selain itu, hukuman yang mendidik tidak banyak mencela kreativitas.

(Baca juga:Syarat Berhubungan Seks di Bulan Ramadan)

Namun, kondisi berbalik terkadang muncul, Misalnya, lantaran biasa diganjar uang setiap selesai berpuasa, begitu tidak diberi, maka anak akan menggerutu, bahkan mogok berpuasa.

Cara mengganjar dengan uang memang agak buruk dalam memancing kreativitas anak, namun menurut psikologi agama, cara itu tetap lebih baik ketimbang sama sekali tidak memuji kebaikan seorang anak.

Memang, anak-anak seringnya tahu bahwa puasa berarti tambahan uang jajan, karena pemahaman psikologi agama mereka belum sampai pada-hal-hal bersifat rohaniah.

Tahapnya masih pada tingkat memahami bahwa ganjaran itu berbentuk nyata dan langsung.

Maka menjadi tugas orangtua untuk terus-menerus menanamkan makna hakikat puasa sesuai kedewasaan mereka, hingga pemahaman keimanan mereka berkembang.

(Baca juga:Hiu Paus, Raksasa Misterius yang 'Doyan' Menyambangi Papua)

Kaitkanlah dengan hidup sehari-hari. Misalnya, berpuasa berarti juga berlatih menahah diri untuk tidak nakal, tidak; berkelahi, dll.

Membimbing anak-anak berpuasa memang tidak mudah. Orangtua juga ditantang untuk lebih bijak dalam membujuk mereka menaati aturan-aturan agama sejak dini.

Namun pengalaman puasa yang menyenangkan pasti akan membuat mereka tertarik untuk melakukannya lagi. (Masitoh Dumes Busanta)

(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2001)

Artikel Terkait