Find Us On Social Media :

Kisah Pilu Hans Christian Andersen, Sukses Dalam Dongeng Tetapi Gagal dalam Cinta

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 29 Agustus 2018 | 21:00 WIB

Baca juga:Bak Negeri Dongeng, 7 Kota di Eropa Ini Bisa Buat Anda Terpukau Karena Sangat Indah

Dari situ orang bisa mengerti bagaimana Christian Andersen dari seorang anak tukang sepatu miskin bisa menjadi penulis buku yang paling banyak dibaca pada zamannya.

Juga bagaimana pria yang di jalan sering diejek sebagai orangutan, bisa menjadi anak emas dalam istana-istana raja-raja Eropa.

Sejak kecil memang Andersen suka mendongeng. Ayahnya sering membacakan dongeng,  dan bersama-sama mereka main sandiwara boneka. Masa kecilnya dihabiskan di sebuah bengkel kerja di daerah termiskin di Odense.

Di situ keluarga yang terdiri dari 3 orang itu hidup dalam dua ruangan. Ruangan kecil seluas 4 meter persegi dimanfaatkan sebagai dapur dan ruangan lain seluas 14 meter persegi digunakan sebagai kamar tidur dan kamar tarnu, selain ruang kerja ayahnya.

Baca juga: Bukan Dongeng Belaka, Rupanya Harta Karun Benar-Benar Ada, Berikut Kisahnya

Tetangganya ialah seorang tukang tambal sarung tangan dengan enam anak yang tinggal dalam ruangan yang luasnya sama. Di sebelahnya lagi, ada sebuah keluarga tukang kopi beranak empat.

Sejak kecil Andersen harus bergelut dengan kemiskinan. Lebih-lebih setelah ayahnya meninggal tahun 1816 dan ibunya mulai mabuk-mabukan. Hans yang lahir 2 April 1816, waktu itu baru berusia 11 tahun.

Janda pendeta yang baik hati, yang tinggal di rumah milik gereja di depan rumah mereka, berusaha agar anak laki-laki malang itu tetap bisa belajar di sekolah rakyat setempat. Dialah yang minta perhatian tokoh-tokoh Odense pada anak cerdas ini.

Setelah pada suatu hari menonton teater kerajaan dari Kopenhagen yang main di teater kota Odense, Hans bertekad untuk menjadi pemain sandiwara.  Janda pendeta tadi mendukung keinginannya.

Baca juga: Bukan Dongeng, Kota yang Seluruh Penduduknya Wanita Ternyata Benar-benar Ada di Dunia Ini

Pada usia 14 tahun ia ingin masuk sekolah sandiwara, tetapi ia ditolak. Demikian pula ketika ia ingin menjadi penari balet. Namun ia masih diterima sebagai  pembantu pengganti dekor dan kadang-kadang juga menjadi pemain pembantu.