Ada yang Mengambil Handphone Ada Pula yang Berjualan Beras: Inilah Ulah Para Penjarah dalam Peristiwa Mei 1998

Moh Habib Asyhad

Penulis

Mun'im Idries Saksi Korban Trisakti

Intisari-Online.com – Seorang bocah lelaki seusia kelas V SD tampak berjalan tergopoh-gopoh sembari memegangi saku-saku baju dan celananya yang tampak bertonjolan.

Di tengah jalan bocah itu bertemu dengan teman sebayanya yang menyapa, "Dapat apa kamu?"

"Henpon (maksudnya handphone atau telepon genggam - Red.)"

"Bagi dong satu!"

(Baca juga:Tak Hanya Gadis India, Gadis Filipina Ini Juga Punya Skor IQ Lebih Tinggi dari Albert Einstein dan Stephen Hawking)

Tanpa pikir panjang bocah lelaki yang habis "memborong" sejumlah telepon genggam dengan harga "diskon" 100% di sebuah toko itu dengan entengnya merogoh salah satu saku dan mencomot sebuah telepon genggam untuk diberikan kepada temannya.

Penjarahan oleh sekelompok massa terhadap toko ataupun pusat perbelanjaan di Jakarta beberapa waktu lalu seperti itu, dalam sekejap telah melahirkan tindakan-tindakan anarkistis di mana si pelaku seperti kehilangan rasa bersalah.

"Saya mendapat lima kantung besar sembako. Ada susu kaleng, gula pasir, dan macam-macam biskuit. Selain itu saya juga dapat sebuah gitar Spanyol," kata tukang ojek, langganan Heryono (33), yang ikutan menjarah sebuah pasar swalayan di bilangan Matraman.

"Kalau ada yang berani menawar Rp 150.000,-, gitar itu akan saya lepas," lanjutnya.

Heryono juga sempat menguping pembicaraan empat anak muda di gang belakang rumahnya. Mereka ternyata sedang berembuk soal hasil jarahan mereka.

"Pokoknya kalau barangnya sudah laku dijual, uangnya harus dibagi rata," kata salah seorang.

"Dan, uang dolarnya ditukar dulu."

Heryono yang sempat pulang jalan kaki dari kantornya di bilangan Senayan ketika peristiwa kerusuhan terjadi itu bahkan sempat ketamuan tetangganya yang menanyakan harga komputer di pasaran. "Ya, tergantung mereknya," jawab Heryono.

Namun tetangganya itu langsung pamit dan mengeloyor pulang setelah tahu kalau Heryono itu salah seorang karyawan perusahaan yang masih satu grup dengan toko tempat ia ikut menjarah.

Barangkali tetangga Heryono tergolong penjarah yang masih punya urat malu. Namun penjarah yang satu ini boleh dijuluki "pahlawan".

Di Cireundeu, selatan Jakarta, sebuah toko penjual beras yang sudah ditinggalkan pemiliknya mengungsi dijebol perusuh.

(Baca juga:Mendapat Sanksi KPI Soal Iklan Partai Perindo, MNC Group: Kami Merasa Tak Melanggar Aturan)

Tapi ada seorang di antara kerumunan penjarah yang melakukan gagasan tak lazim di kalangan kaum penjarah.

Bukannya mengambili barang-barang di dalam toko, tapi ia malah menjual barang dagangan di toko itu bagi masyarakat kurang mampu. Sekarung beras 25 kg yang dalam kondisi normal dijual seharga Rp50 ribu, misalnya, waktu itu dijual cuma Rp30 ribu.

"Uang hasil penjualan ini akan saya berikan lagi ke si engkoh, saya tahu kok rumahnya," ujarnya kepada Shanti (31) yang ikut iseng menonton aksi penjarahan itu.

Betapapun pahitnya tragedi masih ada komedi. (Tim Intisari)

(Artikel ini pernah dimuat di majalah Intisari edisi Juni 1998)

Artikel Terkait