Penulis
Intisari-Online.com – Ingin menikmati tum dengan rasa berbeda? Cobalah tum bebek. Rasanya akan meruntuhkan bayangan rasa tum yang biasanya terbuat dari daging babi. Apalagi, kalau tum itu hasil belajar memasak di Sate Bali Resto.
Masakan Bali memang masih menyisakan ruang untuk modifikasi.
(Baca juga: Tak Sanggup Sediakan Telur dalam Jumlah Besar, Bali Gagal Dikunjungi Kapal Induk AS)
Masakan tum misalnya. Di tangan orang kreatif, tum dapat dibuat dari bahan non-babi. Di Sate Bali Resto, tum dibuat menggunakan daging bebek.
Rasanya tentu sedikit berbeda, tapi tetap dapat memanjakan lidah kita. Gurih dan tidak pedas.
Rasa macam ini sangat berbeda dari masakan Bali yang pada umumnya tajam lantaran menggunakan aneka rempah dan agak pedas.
Cara pembuatannya pun tak berbeda dari turn pada umumnya. Dalam pembuatannya, daging bebek dicincang terlebih dahulu, lalu dicampur parutan kasar kelapa muda.
Bumbunya menggunakan bumbu dasar basegenep (bumbu lengkap) Bali yang terdiri atas rimpang-rimpangan (seperti jahe, kencur, dan lengkuas), bawang merah, bawang putih, dan garam.
(Baca juga: Inilah 18 Profesi Dunia Kuliner Yang Menggiurkan)
Namun, karena yang menjadi sasaran utama Sate Bali Resto adalah turis mancanegara, kuantitas rimpang-rimpangan sedikit dikurangi, agar tum yang dihasilkan dapat diterima lidah.
Bumbu tersebut bukan ditumbuk di atas cobek, melainkan dirajang kasar. Selanjutnya bumbu, daging bebek cincang, dan parutan kelapa muda dicampur jadi satu.
Sekitar satu sendok makan munjung adonan dituang ke atas dalam daun pisang lalu dibungkus dan dikukus. Bentuknya juga standar, seperti tum pada umumnya.
Dalam penyajian, tum bebek ini tidak disajikan sebagai lauk tunggal.
Biasanya dia menjadi bagian dari lauk lainnya. Di Sate Bali Resto dia menjadi bagian paket satai campur {mixedsatay). Soal rasanya, tum bebek ini memang lebih cocok untuk Anda yang tak suka masakan dengan rasa rempah yang kuat.
Bagi orang Bali pada umumnya, tun bebek ini dirasakan kurang "nendang".
Mixed satay yang menjadi teman tum bebek terdiri atas aneka satai pilihan, sate babi, sapi, dan ayam. Jika pantang daging babi, kita bisa meminta si penjual untuk mengganti satai babi dengan satai lainnya.
Selain satai sapi dan ayam dengan potongan daging berukuran kecil, ada pula satai lilit berbahan ikan yang rasanya agak pedas tapi manis.
Sama seperti tum bebek, komposisi bumbu satai campur ini dikurangi dari biasanya agar tidak terlalu berempah dan pedas. Bahkan, rasanya cenderung light.
Penyajian mixed satay ini memang istimewa. Satai disajikan di atas tungku kecil dengan arang kayu bakar di dalamnya. Asap satai masih mengepul ketika dihidangkan di meja makan.
Jika datang pada malam hari, kita akan mendapat bonus tiga jenis nasi dalam tiga bakul berbeda, yakni nasi kuning, nasi merah, dan nasi putih. Kalau siang hari, kita hanya mendapat nasi putih.
Selain masakannya, ada hal yang istimewa dari restoran ini, yakni kita bisa pula belajar memasak. Biayanya Rp 375.000,- per orang dengan jumlah peserta minimal 4 orang.
Semua masakan hasil belajar memasak bisa langsung kita nikmati. Pemilik restoran juga akan memberi buku pegangan yang berisi cara memasak dan bumbunya secara rinci.
"Kebanyakan yang ikut kelas di sini warga Australia," ujar I Nyoman Sudiyasa, pemilik restoran.
Pria ini pernah menjadi Executive Chef di jaringan Hotel Hyatt di Indonesia dan kini menjabat anggota DPRD Kabupaten Badung.
Di restorannya kita dapat melihat sejumlah kliping koran berbahasa Jepang dan Inggris dengan Sudiyasa sebagai "model"foto sampul.
Selain itu kita dapat melihat tungku tradisional yang dipajang di depan restoran berikut satu wadah tanah liat besar berisi aneka bumbu dasar masakan Bali. Bumbu inilah yang menjadi bumbu dasar tum bebek dan kawan-kawannya. (LuhDeSuriyani)
Sate Bali Resto: Jln. Laksamana/Oberoi no. 22A, Seminyak, Kuta. Telp: 0361-736734
(Seperti dimuat dalam Wisata Jajan Bali terbitan Intisari)