Penulis
Intisari-Online.com – Atlet yang akan dan sedang berlaga sering kali dihinggapi ketegangan, rasa takut kalah serta tak sanggup mengatasi gangguan dari luar.
Beban mental seperti inilah yang acap membuat prestasi atlet lebih jelek dibandingkan ketika latihan. Beberapa atlet top dunia mengaku melakukan latihan-latihan mental tertentu untuk mengatasi hambatan itu.
Cara yang dilakukan bermacam-macam, tapi tujuannya sama, yaitu mengatur keseimbangan jiwa (mental) dan raga supaya mencapai prestasi prima. Dengan keseimbangan itu apa yang sanggup mereka lakukan pada saat latihan juga bisa dilakukan pada saat bertanding.
Untuk mencapai hal itu tentu dibutuhkan latihan, misalnya autogenen (latihan rileks untuk diri sendiri), zen, biofeedback, atau yoga.
Pokoknya, semua bentuk latihan untuk mencapai keseimbangan jiwa dan raga. Sebab di luar faktor fisik, aspek mental bisa mempengaruhi teknik yang berperan penting dalam olahraga.
Hans Eberspacher, seorang psikolog, menyatakan, “Agar atlet mencapai prestasi yang optimal, dia harus menyelaraskan apa yang dipikirkan dengan yang dilakukannya.”
Kalau itu berhasil, atlet akan mengalami apa yang disebut flow, suatu keadaan di mana orang berkonsentrasi penuh pada apa yang sedang dia lakukan.
Dengan demikian atlet mampu mengendalikan gerakan dan menguasai situasi. Pendeknya, jika ia seorang petenis, ia merasa raketnya sebagai perpanjangan lengannya. Atau jika ia seorang pembalap, ia menyatu dengan kendaraannya.
Namun, keselarasan yang optimal antara jiwa dan raga tidak datang begitu saja. Inilah persoalannya. Banyak atlet yang bermain bagus pada saat latihan, tapi bermain buruk pada saat bertanding.
Penguasaan gerak sangat penting, tapi itu saja tidak cukup. Kemampuan atlet akan buruk bila ia mempunyai beban mental, entah itu rasa takut, tegang, atau gangguan dari luar. Menurut para ahli, latihan mental bisa mengatasi semua itu.
Berdasarkan pengalaman, banyak atlet yang gagal karena pada saat yang menentukan mereka bukan memikirkan gerakan yang seharusnya mereka lakukan, melainkan memikirkan konsekuensinya.
Dalam situasi sulit, sering kali pelatih menasihati anak asuhnya untuk melakukan apayang harus dan tidak harus dikonsentrasikan, akrena mereka tidak mungkin berkonsentrasi pada dua hal sekaligus.
Baca juga: Bukan Bambang Hartono dari Indonesia, Rupanya Inilah Atlet Tertua pada Ajang Asian Games 2018
Siapa yang berkonsentrasi pada masalah A tidak dapat memikirkan masalah B pada saat yang sama.
Usaha untuk tetap berkonsentrasi bisa dilakukan dengan melakukan monolog atau berkomunikasi dengan diri sendiri. Semakin besar “gangguannya”, semakin intensif monolognya.
Monolog merupakan strategi yang bisa membantu agar, misalnya, orang tetap waspada di tengah kejenuhan, memotivasi diri dengan memuji diri sendiri, dan meringankan pekerjaan yang sulit.
Pengendalian perhatian dan monolog adalah tindakan mental seperti halnya latihan autogen atau latihan peregangan otot.
Baca juga: Masih Duduk di Bangku SD dan SMP, 2 Atlet Ini akan Beraksi di Ajang Asian Games 2018
Pengertian latihan mental dalam hal ini sebenarnya tidak sama dengan latihan mental pada umumnya, melainkan suatu metode yang definisinya adalha gambaran gerakan yagn terencana dan dilakukan berulang-ulang yang sudah terekam dalam otak kita tanpa kita melakukannya.
Gambaran ini secara sadar ataupun tidak menentukan gerakan kita. Gerakan ini disesuaikan dengan gambaran yang diinginkan. Masalahnya bukan mewujudkan prestasi maksimal secara tiba-tiba di luar kemampuan yang sebenarnya, tapi mengembangkan prestasi yang realistis.
Latihan mental bukan metode instan, melainkan harus dilakukan selangkah demi selangkah dan terus-menerus. Syaratnya, bermain dengan santai, penuh semangat, dan tepat. Gerakan yang dilatih harus sudah dipahami dan dipraktekkan dengan tepat pada saat bertanding. Tujuannya menguasai gerakan secara optimal sebagai persyaratan untuk mencapai keadaan flow.
Emosi atlet tercermin pada gerakan tubuh: kalau dalam otak sang atlet sudah ada pikiran bakal kalah, ia akan tercekam rasa takut dan kikuk, lalu nadinya berdenyut kencang, otot-ototnya menjadi tegang, pembuluh darahnya menyempit. Semua itu akan berakibat (buruk) para prestasinya.
Baca juga: Beginilah Cara Atlet Asing Menggunakan Kartu Prabayar Saat Berlaga di Asian Games 2018
Mereka yang berpikiran negatif tidak bisa bermain dengan baik. Ini memang bagaikan lingkaran setan. Jalan keluarnya bukan bermain dengan ngotot, karena ketegangan memperburuk kontrol motorik yang halus. Permainan yang baik dan terkonsentrasi merupakan hasil alamiah dari keyakinan dan perasaan yang positif.
Namun, informasi yang bermacam-macam juga bsia menyesatkan. Jadi, silakan atlet memilih dan mencoba metodenya sendiri.
Sebab jiwa dan kepekaan setiap individu berbeda, dan setiap olahraga mempunyai aturan permainan yang berbeda pula. Pada jenis olahraga tertentu, misalnya yang berhubungan dengan alam, seperti ski, selancar angin, atau terjun payung, peraturan permainannya lebih kompleks.
Apa yang dipelajari bisa terganggu kalau atlet tidak memusatkan perhatian pada peraturan.
Baca juga: Belum Genap Berusia 20 Tahun, 4 Atlet Indonesia Ini Sudah Dipersiapkan Tampil di Asian Games 2018
Lima langkah menuju prestasi
Berikut ini 5 langkah yagn bisa dilakukan sendiri oleh atlet agar bisa mencapai prestasi yang diinginkan.
Lakukan monolog
Monolog akan memotivasi diri untuk melakukan hal-hal yang benar. Selain itu, hal negatif bisa dihindari, sementara hal positif mendukung. Jangan pernah berkata, “Pukulan saya jelek.” Tapi, “Pukulan berikutnya akan lebih baik.”
Instruksi diri sendiri
Ini merupakan perintah terhadap diri sendiri. “Saya mampu melakukannya” merupakan contoh perintah yang benar. Caci maki selama atau setelah pertandingan tidak ada gunanya.
Hilangkan sifat mutlat
Hal ini membantu mengurangi tekanan mental dalam pertandingan dan menerima kekalahan dengan positif: “Pada pertandingan yang berat, kedudukan nomor tiga juara tidak jelek!” Kalaupun kalah, jangan sedih.
Realistis dalam berlatih
Bersikap realistis dalam berlatih mengauasai keseriusan. Paling baik jika orang punya tujuan dan target yang jelas. Segala hal dianalisis. Berbagai kemungkinan dibuat realistis dan tak lepas dari kemungkinan gagal.
Santai
Sikap santai sangat penting demi menghindari ketegangan bertanding. Selain itu sikap ini bisa menghilangkan kejang.
(Disarikan dari Majalah Intisari edisi Agustus 1994)
Baca juga: Inilah 4 Atlet Cantik Indonesia yang Bakal Unjuk Gigi di Ajang Asian Games 2018