Find Us On Social Media :

Kartini Terlalu Cerdas untuk Jadi Beo

By Ade Sulaeman, Jumat, 21 April 2017 | 12:30 WIB

Sulastin Sutrisno Perempuan yang Menerjemahkan Surat-Surat Kartini: Kartini Tidak Hanya Berjuang untuk Jawa

Intisari-Online.com – Seorang wanita menduduki jabatan menteri di tanah air ini, bukan cerita baru. Artinya, emansipasi wanita dalam arti persamaan hak dengan kaum lelaki tak lagi sekadar slogan perjuangan Kartini.

Tapi kalau yang jadi menteri sekarang ini masih 'trah' keluarga besar Kartini, tentu menarik. Meski bisa dimaklumi, ada kesan sungkan ketika Menteei Sosial RI Prof. Dr Haryati Soebadio diajak  ngobrol tentang Kartini.

Yang jelas, perhatian Haryati Soebadio atas nasib dan perjuangan wanita tetap tinggi. Itulah sebabnya ia pun tertarik ikut menulis tentang Kartini, mesh sudah puluhan buku tentang pahlawan wanita ini dibuat dan diterjemahkan.

"Ide awalnya datang dan Ibu Prof. Dr Saparinah Sadli. Beliau yang mengajak untuk menulis.  Lantas kami berdua bekerja sama, dia yang memberi analisis psikologinya, sedangkan saya menyoroti latar belakang sejarah kehidupan Kartini," jelasnya.

Kerja sama dua intelektual wanita yang dimulai awal 1988 ini akhirnya membuahkan Kartini,  Pribadi Mandiri, sebuah buku bertinjauan lain dari sekian buku tentnag Kartini yang sudah ada sebelumnya.

Selama ini gambaran sosok Kartini yang dimiliki masyarakat kadang keliru. Sebagian mereka membayangkan sosok Kartini seperti dalam lagu Ibu Kita Kartini (gubahan W.R. Soepratman), yakni figur wanita tua yang selalu berkebaya dengan sanggul rapi.

Kenyataannya, pejuang wanita kontroversial ini meninggal dalam usia yang belum genap 25 tahun.

Di mata Haryati, Kartini adalah wanita muda cerdas yang beruntung mendapat pendidikan dalam dua kultur yang saling memperkaya. Dalam usia 12 tahun ia sudah menguasai bahasa Belanda, Melayu dan tentu saja bahasa Jawa dengan kromo inggil-nya.

Bahan-bahan bacaannya bermacam-macam surat kabar dari majalah Belanda bensi soal-soal politik, ekonomi maupun budaya. Pada usia 17 tahun ia mampu mengutarakan pokok pikrannya dan cita-citanya memajukan bangsanya secara tertulis dalam bahasa asing yang benar

"Meski demikian, di usianya yang masih amat muda, ia bisa memilih-milih mana yang baik dan mana yang buruk apa yang diterima atau dibacanya dari luar. Dia terlalu cerdas untuk menjadi beo," kata Haryati.

Ini  sesuai dengan isi pidato RM Notosoeroto di Den Haag yang termuat dalam Majalah Indische Vereeniging (Perkumpulan Hindia) 24 Desember 1911, hal. 7, yang isinya antara lain Ia juga bersikap terbuka dan mencoha menjadikan apa yang baik dari orang lain (bangsa lain) menjadi bagian dari dirinya.

"Apalagi ditilik dari banyaknya coretan di sana-sini, terlihat surat-surat tersebut ditulis Kartini tanpa ada maksud sedikit pun bahwa sualu saat akan dibaca orang lain, atau bahkan dipublikasikan," tambah Haryati yang juga cucu tiri R.A. Kartini.