Find Us On Social Media :

Perdebatan Malam Sebelum Proklamasi, Siapa yang Harus Tanda Tangan?

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 16 Agustus 2018 | 17:27 WIB

Intisari-Online.com – Inilah catatan wartawan senior Julius Pour dalam bukunya Djakarta 1945, Awal Revolusi Kemerdekaan,  mengenai drama di sekitar 17 Agustus 1945, sebagian sengaja ditulis dengan ejaan lama untuk menunjukkan keotentikannya.

Cukilan bukunya dibuat oleh Mayong Suryo Laksono, seperti yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 2014 hasil cukilan dari.

--

Sesudah membacakan rancangan  teks proklamasi kemerdekaan, Soekarno kemudian bertanya, “Apa­kah saudara-saudara setuju?” Suara hadirin menjawab, “Setuju!”

Baca juga:Kisah Lusinan Surat Bung Karno yang Punya Peran Vital dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Hatta menyahut, “Kalau saudara-saudara setuju, baiklah kita semua yang hadir di sini ikut menandata­ngani naskah Proklamasi Indonesia Merdeka, sebuah dokumen berse­jarah. Ini penting bagi anak cucu kita. Mereka harus tahu siapa yang ikut memproklamasikan Indonesia Merdeka. Ambil contoh naskah proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat.”

Sejenak, ruangan menjadi senyap. Tidak ada seorang pun yang me­nanggapi ucapan Hatta. Sampai Soekarni maju ke depan dan ber-kata, ”Bukan semua yang hadir di sini ikut tanda tangan. Cukup dua orang saja menandatangani atas nama rakyat Indonesia, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta.”

Semua menyahut setuju. Menu­rut Hatta, “Secara pribadi saya merasa kecewa karena tadinya ber­harap mereka semua ikut menan­datangani. Namun, apa yang masih bisa saya katakan?”

Semula Soekarno memang mengajukan saran agar dokumen kemerdekaan ditandatangani oleh wakil-wakil rakyat Indonesia. Tapi Soekarni langsung menolaknya.

Baca juga: Tak Banyak yang Tahu, Inilah Alasan Sebenarnya Laksamana Maeda Mengizinkan Rumahnya Jadi Tempat Menyusun Naskah Proklamasi

Dia tidak akan pernah menghendaki kelompoknya disebut satu napas dengan para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan yang selalu dia tuduh sebagai kolaborator Jepang.

Sementara ketika naskah prokla­masi sedang disiapkan, Chairul Saleh mondar-mandir resah. Rupanya ia tidak setuju para pegawai Jepang juga ikut tanda tangan, dan itu bertolak belakang dengan pendapat Soekarno.

Burhanudin Mohamad Diah yang berdiri agak jauh dari meja pimpinan dimintai pendapat oleh Chaerul Saleh. Jawabnya, “Bung Karno menghendaki seperti keadaan di Amerika Serikat di mana semua anggota yang hadir ketika mereka merancang pernyataan kemerdekaan, Declaration of Independence, ikut membubuhkan tanda tangannya pada dokumen bersejarah tersebut. Tetapi pada dini hari ini, saya sama sekali tidak melihat persamaan keadaan dengan Amerika Serikat, apalagi sudah sejak awal saya berpendapat (bahwa) proklamasi harus ditandatangani sendiri oleh Soekarno, atau jika tidak, harus bersama-sama dengan Hatta. Hanya Bung Karno dan Bung Hatta yang berhak menandatangani.”