Find Us On Social Media :

Tersiksa di Penjara Tanpa Makanan, Namun Berkat Sajak la Akhirnya Dibebaskan

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 10 Agustus 2018 | 22:00 WIB

Intisari-Online.com – Namanya mungkin tidak dikenal di Indonesia, tetapi pengalamannya mengerikan seperti dalam buku Kepulauan Gulag karya Solzhenitsyn. Bedanya bahwa mimpi buruk itu berakhir dengan happy end seperti dalam dongeng: Mereka menikah dan hidup bahagia selama-lamanya.

Tulisan yang dibuat oleh Lutz Bindernagel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1983 dengan judul asli Berkat Sajak Ia Dibebaskan dari Penjara Castro.

Armando Valladarcs rupanya seperti seseorang yang ditembakkan dari abad ke-16 menuju Champs-Elysees zaman sekarang. Menu yang dibacakan oleh pelayan berjas panjang tak bias ditangkapnya.

Pada waktu hendak menyuap makanan pertama, ia tertegun sejenak, “Saya terbiasa makan makanan dingin. Selama 22 tahun, saya tak pernah mendapat makanan hangat.”

Baca juga: Marita Lorenz, Mata-mata Jerman yang Menjadi Pacar Castro

Setengah dari usia Armando Valladares, penyair Kuba yang berumur 45 tahun, dihabiskannya di Penjara Fidel Castro. Yang menyelamatkan dirinya hingga bisa keluar dari situ adalah sajaknya.

Berkat perhatian internasional dank arena pembelaan presiden Prancis, ia dibebaskan pada akhir bulan Oktober 1982.

Kini, berkat desakan Prancis juga, adik wanita dan iparnya diperbolehkan meninggalkan Negara komunis itu. Kendati penasihat Presiden Franqois Mitterrand untuk urusan Amerika Latin, Reges Debray, keberatan atas dasar pertimbangan diplomatis, Valladares mulai saat ini tak merasa punya alasan untuk tutup mulut.

Dengan berapi-api, tapi tetap bersikap dingin, ia menceritakan, seberapa jauh revolusi Castro telah menginjak-injak idealism yang dipropagandakannya. "Diktator komunis di Kuba bisa bertahan dengan bantuan tank, bayonet dari teror polisi politik.

Baca juga: Marita Lorenz: Selingkuhan Fidel Castro Sekaligus Pembunuh Bayaran yang Ditugaskan Menghabisi Nyawanya

Tak ada lagi kebebasan bangsa. Kalau mau hidup dari kartu jatah makanan saja, bisa-bisa kelaparan. Regu tembak belum berhenti melakukan pekerjaan berdarahnya. Ribuan tahanan kelaparan di kamp-kamp konsentrasi," katanya.

Menurut Valladares, ketika gerilyawan Castro, berhasil mengusir diktator Batista pada tahun 1959, hampir semua orang Kuba menggantungkan harapan besar kepada revolusi yang baru terjadi itu.

Valladares yang waktu itu berusia 22 tahun, bekerja di kementerian pos. Namun kemudian ia melihat hal yang tak beres. "Makin banyak pos-pos pemerintahan diduduki orang komunis yang membentuk kediktatoran baru. Dalam rapat di kantor, saya melakukan protes," cerita Valladares.