Penulis
Intisari-Online.com – Alkisah, seorang raja memimpin pasukan ke puncak bersalju yang berbatasan dengan kerajaannya, menuju negara tetangganya. Pada ketinggian dengan salju tebal, ia melihat seorang petapa yang duduk di atas batu, dengan kepala di antara lututnya untuk melindunginya dari angin dingin yang melintas. Ia tidak memakai pakaian.
Raja itu merasa kasihan. Ia melepas syal dan mantelnya lalu menawarkan pada petapa itu. Kebetulan petapa itu telah menguasai indera dan pikirannya.
petapa itu menolak tawaran raja, karena, katanya, “Tuhan telah memberi cukup pakaian untuk menjaga saya dari panas dan dingin. Ia memberi semua yang saya butuhkan. Tolong berikan ini pada beberapa orang yang miskin.”
Raja terkejut mendengar kata-kata petapa itu. Ia bertanya di mana pakaian petapa itu.
petapa itu menjawab, “Tuhan sendiri telah menenunnya untuk saya. Saya memakainya sejak lahir dan akan memakainya sampai saya di kuburan. Ini dia, kulit saya! Berikan mantel dan selendang ini untuk beberapa pengemis, dan orang miskin.”
Raja tersenyum, yang lebih miskin dari dia, pikirnya. Raja bertanya, “Tapi di mana saya bisa menemukan orang miskin?”
Petapa itu bertanya, ke mana sang rajaakan pergi dan mengapa.
Kata raja, “Saya akan ke ranah musuh hingga saya bisa mengambil kerajaannya untuk saya sendiri.”
Petapa itu tersenyum sekarang.
Katanya, “Jika Anda tidak puas dengan kerajaan yang Anda miliki dan jika Anda siap untuk mengorbankan hidup dan kehidupan ini untuk mendapatkan lebih banyak kerajaan, tentu saja, Anda jauh lebih miskin dari saya. Jadi, tawarkan pakaian itu untuk diri sendiri. Anda membutuhkan lebih dari yang saya lakukan.”
Pada saat itu Raja menjadi malu dan ia memahami kesia-siaan ketenaran dan kekayaan yang dimilikinya. Ia mengucapkan terima kasih kepada petapa itu untuk membuka matanya pada kemiskinan bawaannya sendiri. Ia menyadari bahwa kepuasan adalah harta yang paling berharga.