Find Us On Social Media :

Betapa Bahayanya Pemegang Senjata Api, Terlebih Jika Mentalnya Tidak Stabil

By Agustinus Winardi, Selasa, 14 Maret 2017 | 11:00 WIB

Revolver yang biasa digunakan polisi lebih mudah untuk menembak

Intisari-Online.com - Kasus tertembak matinya Dedi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jember oleh oknum Brimob pada Sabtu (11/3) lalu menunjukkan betapa bahayanya orang yang memegang senjata api.

Dedi tewas oleh revolver yang ditembakkan Briptu BM dalam situasi emosional karena terlibat perkelahian. Dalam situasi emosional sebenarnya seseorang sulit untuk menembak tepat sasaran.

(Bingung Memilih Seri Zenfone Asus? Simak Panduan Ini!)

Tapi bagi orang yang terlatih baik dan telah mendapat latihan menembak dalam situasi perang, menembak dalam kondisi genting tidak menjadi masalah.

Setiap senjata yang keluar dari gudang senjata baik dari satuan TNI maupun Polri selalu tercatat. Pemegangya pun orang yang memenuhi syarat dan tidak gampang emosional.

Ketika senjata yang keluar dari gudang senjata dikembalikan oleh petugas juga diperiksa cermat termasuk amunisi yang dibawa. Jika terjadi pelanggaran sangsinya sangat berat.

Umumnya orang yang memegang senjata api secara psikologis akan merasa bangga dan bahkan jagoan. Tapi semua personel TNI/Polri sudah punya doktrin senjata hanya digunakan untuk melindungi rakyat.

Namun jika dalam masalah perkelahian jalanan oknum aparat mudah meletuskan senjata jelas sangat membahayakan masyarakat. TNI dan Polri memang harus memperlakukan peraturan ketat untuk menghindari oknum pemegang senjata yang memiliki sifat trigger happy itu.

Apalagi senjata genggam polisi yang umumnya revolver kaliber 38 mm lebih mudah ditembakkan secara tepat karena bukan merupakan self loading rifle.

Artinya ketika peluru ditembakkan longsong tidak terlempar dan masih ada di magazin sehingga tidak menimbulkan hentakan. Pistol tetap tenang ketika ditembakkan dan peluru pun tepat kena sasaran.

(Serdadu Amerika Akui Terlipat Penjualan Senjata Api Ilegal dengan Paspampres Indonesia)

Sebaliknya senjata genggam organik TNI yang umumnya pistol kaliber 9 mm, magazinnya ada di dalam gagang senjata dan bersifat self loading rifle. Ketika ditembakkan magazin mengisi peluru sendiri, longsong peluru terlempar keluar, dan pistol pun menimbulkan hentakkan keras saat ditembakkan.

Jika penembak pistol organik TNI itu kurang terlatih tembakkannya akan sulit mengenai sasaran. Apalagi sasaran bergerak. Oleh karena itu polisi dipersenjatai revolver yang lebih mudah dioperasikan. Tujuannya utama bukan untuk membunuh tapi melumpuhkan penjahat.

Sebagai personel penegak hukum polisi dilengkapi senjata dalam fungsi mendukung penegakkan hukum itu. Tapi polisi pemegang senjata api juga lebih berisiko jika mentalnya tidak stabil.