Penulis
Intisari-Online.com -Ribu-ribut kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik alias e-KTP melibatkan banyak nama penting. Salah satunya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang waktu itu duduk di Komisi II DPR RI mewakili Partai Golkar. Bukan soal jumlah uang yang diterima, tapi dalam laporan dakwaan KPK tidak terdapat nama Ahok dalam jajaran penerima ‘bancakan’ Rp2,3 triliun.
Dikutip dari BBC, Ahok menyebut dirinya sosok paling keras menentang proyek pengadaan KTP-el. "Saya bilang pakai saja Bank Pembangunan Daerah, Semua orang mau bikin KTP pasti ada rekamannya kok.Ngapain habisinRp5 trilun sampai Rp6 triliun?" kata Ahok, Senin (06/03/2017).
BahkanAhok-yang terkenal pelit itu- berteriak, "Ngapain boros-boros biaya, kasih saja e-KTP itu di buat serta dikelola BRI. Selain praktis, dapat dipakai jadi ATM sekalian. Semua masyarakat Indonesia yang berumur 17 tahun punya ATM. Kalau bisa begitu, BRI mungkin saja jadi bank terbesar se-Asia Tenggara".
Teriakan Ahok ini meresahkan banyak orang - khususnya koleganya sesama anggota DPR. Mereka mendesak pimpinan fraksi untuk memindahkan Ahok dari komisi II.
Soal pemindahan ini, sebagaimana dilansirKompas.com, Ahok memiliki cerita tersendiri. Cerita ini disampaikan Ahok saat dirinya menjadi pembicara dalam Seminar Sespimma Polri, di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta pada medio November 2015.
Menurut Ahok, upaya tersebut dilakukanNurul Arifinyang kala itu diminta oleh petinggi Partai Golkar.
"Saya masih ingatNurul Arifinngomong begini ke saya, 'Hok, ini fraksi ngomong ke gue nih, lu mau dipindahin dari Komisi II. Karena kasus e-KTP, lu itu terlalu galak dan ribut-ribut melulu, mana lu mau bikin pembuktian terbalik, UU Pemilukada, macem-macem, jadi lu mau dipindahin'," kata Basuki menirukan ucapan Nurul.
Pada saat itu, kata Ahok, dia bertanya kepada Nurul mengenai komisi mana dia akan dipindahkan.
Nurul menjawab, Ahok akan dipindahkan ke Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama.
"Saya bilang lagi, 'Oke, kasih tahu tuh fraksi ya,nanti kalau gue di Komisi VIII, gue bongkar tuh mark up dana naik haji semuanya'."
Nurul kemudian melapor ke Fraksi Golkar. Beberapa hari kemudian, Nurul kembali mendatangi Ahok. Kali ini, Nurul justru memberi kebebasan kepada Ahok untuk bergabung dengan komisi mana.
"Sekarang lu mau gabung ke komisi mana? Asal jangan gabung di Komisi II lagi karena komisi lagi bikin UU Pemilukada dan keberadaan lu ngerepotin'," cerita Ahok meniru ucapan Nurul.
Dengan santai, Ahok menjawab. "Di komisi mana pun gue berada, pasti keberadaan gue buat lu orang sakit kepala," kata Basuki.
"Ya sudah, lu tetap di Komisi II saja, tapi jangan banyak ngomong ya," kata Nurul kepada Basuki yang direka ulang oleh suami Veronica Tan tersebut.
Tergerak masuk ke dunia politik gara-gara tahun 1995 Ahok mengalami sendiri pahitnya berhadapan dengan politik dan birokrasi yang korup. Pabriknya ditutup karena ia melawan kesewenang-wenangan pejabat. Sempat terpikir olehnya untuk hijrah dari Indonesia ke luar negeri, tetapi keinginan itu ditolak oleh sang ayah yang mengatakan bahwa satu hari rakyat akan memilih Ahok untuk memperjuangkan nasib mereka.
Dikenal sebagai keluarga yang dermawan di kampungnya, sang ayah yang dikenal dengan namaKim Nam, memberikan ilustrasi kepada Ahok. Jika seseorang ingin membagikan uang 1 miliar kepada rakyat masing-masing Rp500 ribu, ini hanya akan cukup dibagi untuk 2.000 orang. Tetapi jika uang tersebut digunakan untuk berpolitik, bayangkan jumlah uang di APBD yang bisa dikuasai untuk kepentingan rakyat. APBD kabupaten Belitung Timur saja mencapai Rp200 miliar di tahun 2005. Bermodal keyakinan bahwaorang miskin jangan lawan orang kaya dan orang kaya jangan lawan pejabat(paham Kong Hu Cu), keinginan untuk membantu rakyat kecil di kampungnya, dan juga kefrustasian yang mendalam terhadap kesemena-menaan pejabat yang ia alami sendiri, Ahok memutuskan untuk masuk ke politik di tahun 2003.
Pertama-tama Ahok bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin oleh Dr. Sjahrir. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dengan keuangan yang sangat terbatas dan model kampanye yang lain dari yang lain, yaitu menolak memberikan uang kepada rakyat, ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.
Selama di DPRD ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif, dan menjadi dikenal masyarakat karena Ahok satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain lebih sering “mangkir”.
Setelah 7 bulan menjadi DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorong Ahok menjadi bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun 2005, Ahok mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengajar dan melayani langsung rakyat dengan memberikan nomor telepon genggamnya yang juga adalah nomor yang dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
Dengan cara itu, Ahok mampu mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan rakyat. Dengan cara kampanye “anti-mainstream”, yaitu tanpa politik uang, ia secara mengejutkan berhasil mengantongi suara 37,13 persen dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Padahal Belitung Timur dikenal sebagai daerah basis Masyumi.
Selama menjadi bupati Ahok dikenal sebagai sosok yang anti-sogokan baik di kalangan lawan politik, pengusaha, maupun rakyat kecil. Ia memotong semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20 persen. Dengan demikian ia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Kesuksesan ini terdengar ke seluruh Bangka Belitung dan mulailah muncul suara-suara untuk mendorong Ahok maju sebagai Gubernur di tahun 2007. Kesuksesannya di Belitung Timur tercermin dalam pemilihan Gubernur Babel ketika 63 persen pemilih di Belitung Timur memilih Ahok. Namun sayang, karena banyaknya manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara, ia gagal menjadi Gubernur Babel.
Dalam pemilu legislatif 2009 Ahok maju sebagai caleg dari Golkar. Meski awalnya ditempatkan pada nomor urut keempat dalam daftar caleg (padahal di Babel hanya tersedia 3 kursi), ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak.
Selama di DPR, Ahok duduk di komisi II. Ia dikenal oleh kawan dan lawan sebagai figur yang apa adanya, vokal, dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Lewat kiprahnya di DPR ia menciptakan standar baru bagi anggota-anggota DPR lain dalam anti-korupsi, transparansi dan profesionalisme. Ia bisa dikatakan sebagai pioner dalam pelaporan aktivitas kerja DPR baik dalam proses pembahasan undang-undang maupun dalam berbagai kunjungan kerja. Semua laporan bisa diakses melalui websitenya.
Sementara itu, staf ahlinya bukan hanya sekedar bekerja menyediakan materi undang-undang tetapi juga secara aktif mengumpulkan informasi dan mengadvokasi kebutuhan masyarakat. Dalam perjalanannya, Ahok memperjuangkan hal yang sangat mendasar, yakni memperbaiki sistem rekrutmen kandidat kepala daerah untuk mencegah koruptor masuk dalam persaingan pemilukada dan membuka peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk merebut kepemimpinan di daerah.
Ahok berkeyakinan bahwa perubahan di Indonesia bergantung pada apakah individu-individu idealis berani masuk ke politik dan ketika di dalam berani mempertahankan integritasnya. Baginya, di alam demokrasi, yang baik dan yang jahat memiliki peluang yang sama untuk merebut kepemimpinan politik. Jika individu-individu idealis tidak berani masuk, tidak aneh kalau sampai hari ini politik dan birokrasi Indonesia masih sangat korup. Oleh karena itu ia berharap model berpolitik yang ia sudah jalankan bisa dijadikan contoh oleh rekan-rekan idealis lain untuk masuk dan berjuang dalam politik.
Sampai hari ini ia masih terus berkeliling bertemu dengan masyarakat untuk menyampaikan pesan ini dan pentingnya memiliki pemimpin yang bersih, transparan, dan profesional.
Di tahun 2006,Ahokdinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia. Di tahun 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari penyelenggara negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang terdiri dari KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Masyarakat Transparansi Indonesia.