Find Us On Social Media :

HABRINK/1, Agen CIA dari Indonesia untuk Memata-matai Uni Soviet

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 1 Mei 2017 | 19:00 WIB

Metode Brutal CIA Tangani Tersangka Terorisme Bocor Lewat Laporan Ini

Intisari-Online.com - Perang Dingin tak hanya soal perang ideologi dan senjata, tapi juga perang mata-mata. Salah satu operasi intelijen paling ramai diperbincangkan kala itu adalah HABRINK yang dilancarkan intelijen AS, CIA.

Operasi ini bertujuan mencuri informasi sistem alutsista Uni Soviet yang telah dipasok ke Indonesia pada dekade 1960-an.

Persoalan HABRINK masih menjadi rahasia hingga sekarang, terutama soal siapa orang yang dipercaya menjalankan operasi ini.

Sumber CIA: Adolf Hitler Memalsukan Kematiannya Sendiri

Operasi HABRINK dibocorkan ketika David Henry Barnett, seorang eks agen CIA yang bertugas di Indonesia, ditangkap oleh FBI karena pengkhianatan pada tahun 1980. Barnett dituduh membocorkan rahasia HABRINK ke publik.

Motif Barnett, dilaporkan Angkasa.co.id, adalah uang. Hasil penjualan informasi rahasia itu ia gunakan untuk menutupi utang sebesar 100 ribu dolar AS dari bisnis pemijahan udang dan ekspor rotan yang bangkrut.

Uni Soviet sendiri ingin mengetahui siapa nama orang Indonesia yang menyerahkan dokumen-dokumen tersebut ke pihak CIA.

Sedikit mundur ke belakang, di masa Orde Lama, Indonesia memang punya hubungan yang dekat dengan Blok Timur yang berhaluan komunis.

Dari kedekatannya itu, Indonesia mendapatkan banyak keuntungan, salah satunya adalah mendapat kucuran kredit sehingga bisa membeli beragam persenjataan terbaik dan tercanggih kala itu.

AURI mendapatkan pesawat pembom Tu-16 Badger, sistem rudal SAM SA-2 Guideline, pesawat pembom Il-28, pesawat buru sergap MiG-17, 19, dan 21. Dan AS sangat ingin mengetahui sistem persenjataan-persenjataan itu.

AS pun langsung melakukan program pengintaian dengan pesawat U-2 Dragon Lady serta satelit mata-mata KH-11 Keyhole. Tapi operasi-operasi itu nyatanya masih jauh dari cukup. AS masih membutuhkan banyak hal sehingga bisa menyingkap rahasia kecanggihan alutsista tersebut.

Rasanya tidak mungkin bertanya pada negara-negara lain yang pro Uni Soviet. Maka langkah paling tepat adalah melakukan operasi spionase alias operasi intelijen dan membuat HABRINK.

Hercules C-130B, Soekarno, John F. Kennedy dan CIA

Tapi HABRIK bukan sekadar program. Nama ini juga merujuk pada jaringan agen Indonesia yang menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada CIA. Oleh CIA agen-agen ini diberi kode HABRINK/1 (untuk lebih lengkapnya, baca The Central Intelligence Agency: An Enchyclopedia of Covert Ops, karya Jan Goldman).

Karena ia adalah operasi rahasia, sistem kerjanya pun secara klandestin. Secara spesifik program ini ingin memperoleh data mengenai sistem rudal SA-2 Guideline, rudal antikapal Styx, dan kapal selam kelas Whiskey.

Dan nyatanya, operasi HABRINK dianggap sebagai salah satu operasi paling sukses yang pernah dilancarkan CIA. Mereka berhasil mendapatkan data tentang Tu-16, rudal Kennel, KRI Irian yang merupakan kapal jelajah kelas Sverdlov.

Imbasnya, dalam waktu nyaris semalam, AS langsung dapat menutup celah pemahaman mereka atas sistem senjata Soviet, dan tentu saja mempersiapkan penangkalnya.

HABRINK/1 bahkan berhasil menyerahkan fisik dari sistem pengendali rudal SA-2 Guideline yang menjadi momok bagi para penerbang AL dan AU AS di Vietnam.

Tak hanya itu, berkat informasi dan perangkat keras yang diserahkan ini, dalam waktu singkat para ilmuwan AS bisa mendeduksi sistem komunikasi dan frekuensi radio terenkripsi yang digunakan untuk mengarahkan rudal SA-2 ke sasaran.

Mereka juga menciptakan perangkat jamming yang efektif atas radar SA-2. Selain SA-2, HABRINK/1 berhasil pula memberikan sistem antena dan pemandu giroskop rudal Styx.

Seperti disinggung di awal, apa apa motif dan siapa pendukung HABRINK/1?

Tak ada yang tahu. Tapi yang jelas, konon, agen-agen yang terhubung dengan HABRINK/1 menerima imbalan finansial senilai 300 ribu dolar AS dari CIA.

Jika dihitung per dokumen, HABRINK/1 menerima 175 dolar AS per dokumen, sementara dokumen yang berhasil diserahkan berjumlah 2.000 dokumen.

Mengenai siapakah orang Indonesia yang menjadi agen HABRINK/1, CIA yang sudah merilis dokumen-dokumennya dari tahun 1950 hingga 1980-an melalui Freedom of Information Act (FOIA) tidak pernah mengungkap siapa mereka sebenarnya.

CIA sendiri memberi petunjuk bahwa HABRINK merupakan kriptonim, atau singkatan yang memiliki unsur kriptografi.

Jika penamaan agen lazimnya mengikuti suatu penciri khusus, maka jika kita menghapus kata ‘ABRI’ dari HABRINK, maka tersisa inisial HNK. Siapakah dia? Belum ada yang tahu.