Find Us On Social Media :

Menolong Orang Lain Itu Baik, Tapi Jangan Sampai Merasa Jadi "Si Juru Tolong"

By Tika Anggreni Purba, Rabu, 22 Februari 2017 | 19:20 WIB

Sosok Superhero dari Negeri Sendiri

Intisari-online.com - Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar istilah “savior complex”? Pada hakikatnya, istilah ini bermakna positif. Namun, jika kita mempelajari lebih dalam, ada sisi buruk dari perilaku “savior complex”.

Savior complex merupakan sebuah konstruksi psikologis dalam diri seseorang yang membuat seseorang merasa harus menolong/menyelamatkan orang lain. Orang yang mengalami savior complex cenderung terobebsi mencari orang-orang yang butuh untuk ditolong. Bahkan mengorbankan kebutuhannya sendiri demi orang-orang tersebut.

(Apakah Anda Termasuk Perempuan dengan Ciri Cinderella Complex?)

Orang-orang yang bekerja dalam profesi yang memberikan pelayanan seperti pekerja di rumah sakit (dokter, perawat, dll) umumnya bisa mengalami savior complex. Mereka tenggelam dalam obsesi untuk menolong orang lain secara ekstrem.

Orang yang mengalami kondisi savior syndrome sebetulnya merugikan  dirinya sendiri. Upaya-upaya ekstremnya untuk menolong orang lain justru menguras kemaksimalan hidupnya sendiri. Menolong orang lain bukan lagi ketulusan, namun kepuasan. Mereka mengalami situasi mental yang menganggap dirinya “lebih” dari orang lain karena pertolongannya itu.

6 Alat Penolong Orang yang Hidup Sendiri

Karena motivasi yang tidak murni itu, perilaku “suka menolong” itu justru membawa dampak buruk. Misalnya, saking ia merasa sebagai manusia super penolong, ia tidak mengizinkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Ia merasa bertanggung jawab untuk semua orang yang membutuhkan dan menutup kesempatan bagi orang lain untuk menolong juga.

Apakah Anda mengenal orang yang mengalami savior complex ini? Atau Anda sendiri sedang mengalami situasi ini dalam diri Anda sendiri? Berikut solusi untuk menghindari diri dari jebakan savior complex:

  1. Proses setiap emosi yang dikeluarkan maupun yang diterima dari teman, keluarga, dll dengan bijaksana.
  2. Membuat batasan keterlibatan pada hidup orang lain untuk menyeimbangkan “kepedulian” dengan “keinginan untuk menyelamatkan” .
  3. Pikirkan matang-matang sebelum menolong orang lain, jangan sampai merasa hanya Anda satu-satunya penolong di dunia ini.
  4. Jangan terburu-buru untuk menolong orang lain seolah-olah orang itu akan mati tanpa Anda.
  5. Savior complex merupakan isu personal yang serius, jika perlu berkonsultasi dengan profesional.
  6. Biarkan orang-orang di sekitar Anda bertanggung jawab untuk perbuatan mereka.
  7. Jangan melakukan hal yang “lebih” agar dipuji dan disanjung.
  8. Lakukan yang terbaik untuk menolong orang, namun jangan merasa bertanggung jawab akan hidup orang itu setelah Anda menolongnya.
  9. Pahami kembali apa artinya menolong dan peduli.

Ingat, menolong orang lain adalah sebuah keharusan yang dilakukan dengan kerelaan hati dan tanpa pamrih. Jika kita sudah menolong orang lain kurang atau lebih dari kedua hal ini, perbuatan kita tidak pantas disebut dengan menolong.