Intisari-Online.com - Menit 52, empat orang berpakaian polisi tiba-tiba nyelonong ke lapangan pertandingan final Piala Dunia antara Prancis dan Kroasia.
Untung saja aksi mereka langsung dihalau oleh petugas keamanan.
Tak lama berselang, kelompok punk Rusia Pussy Riot mengaku bertanggung jawab atas kejadian yang tentu menampar muka Vladimir Putin yang menonton langsung bertandingan.
Dalam sebuah pernyataan, Pussy Riot menjelaskan bahwa seragam polisi digunakan untuk menyindir aparat keamanan yang kerap melakukan penangkapan secara ilegal.
Mereka menyontohkan kasus penangkapan Oleg Sentsov.
Sentsov divonis 20 tahun penjara karena “konspirasi melakukan teror” setelah memprotes aneksasi Rusia terhadap Krimea pada 2014 lalu.
Selain menyindir polisi Rusia sebagai polisi duniawi yang suka menangkapi aktivis secara ilegal, mereka juga mengirim beberapa tuntutan:
- Bebaskan seluruh tahanan politik.
- Tidak memenjarakan karena "like".
- Hentikan penangkapan ilegal ketika demonstrasi.
- Biarkan adanya persaingan politik di Rusia.
- Tidak membuat tuduhan dan memenjarakan orang tanpa alasan.
- Ubah polisi duniawi menjadi polisi surgawi.
Lebih dari itu, Pussy Riot bukanlah kelompok punk Rusia sembarangan.
Pussy Riot merupakan sebuah grup musik punk rock wanita asal Moskow, Rusia, yang dikenal karena pentas pertunjukan dadakan politik provokatifnya tentang kondisi politik Rusia.
Mereka membuat panggung di lokasi-lokasi yang tidak biasa, seperti di atas sebuah bis, di halaman gereja, atau pada perancah di Moscow Metro.
Pada 21 Februari 2012, empat anggota grup musik ini menggelar pertunjukan di depan Katedral Kristus Juru Selamat di Moskow, yang merupakan gereja Ortodoks terpenting di ibukota Moskow.