Penulis
Intisari-Online.com - Pemerintah terus berupaya agar otoritas pajak bisa mengakses data nasabah di bank, yang selama ini memiliki sifat kerahasiaan sesuai Undang-udang (UU) Perbankan. Meskipun, saat ini data perbankan belum bisa diakses bebas oleh Direktorat jenderal pajak (DJP), dari sisi mekanisme permohonannya akan dipermudah.
(Toko Ini Memberi Pajak 7% Hanya Kepada Pria untuk Mengkampanyekan Kesetaraan Gender)
Hal tersebut tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan. Dalam beleid ini, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak bisa mengusulkan pembukaan data perbankan melalui aplikasi elektronik.
Bahkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan membuat aplikasi dan sistem khusus secara elektronik untuk hal ini. Sebab, selama ini dalam PMK yang lama mekanisme permohonan tidak diatur secara spesifik, dan dilakukan masih secara manual melalui surat.
Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, selama ini pihaknya memang harus mengajukan surat permohonan kepada Menkeu setiap kali ingin meminta data yang dilindungi seperti perbankan. Kemudian Menkeu mengajukan surat kepada otoritas terkait.
(Wajib Pajak Dikenai Sanksi Rp100.000 Jika Telat Laporkan SPT Pajak Tahunan)
Dalam PMK sebelumnnya, Menku harus mengajukan permohonannya kepada Bank Indonesia. Namun, karena peran pengawasan perbankan kini ada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka surat permintaan dari Menkeu dalam PMK terbaru harus diajukan kepada OJK.
Namun, syarat untuk bisa mendapatkan data itu masih sangat ketat. Yaitu hanya perbankan data milik Wajib Pajak yang tengah diperiksa, atau ditemukan bukti permulaan atau dalam tahap proses hukum perpajakan lainnya. "Kedepan kita mengusulkan agar hal itu diperluas," kata Yoga, kamis (12/1).
Sebelumnya, Kasubdit Peraturan KUP & Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dodik Samsu Hidayat mengatakan, otoritas pajak sangat membutuhkan informasi perbankan. Data itu akan dijadikan pembanding dalam melakukan pengawasan kepatuhan membayar pajak oleh Wajib Pajak.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, keterbukaan data perbankan untuk perpajakan sepertinya tidak akan mudah untuk disetujui. Perbankan dan Pemerintah masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda.
Namun demikian, Ia mendukung jika data perbankan bisa diakses untuk kepentingan perpajakan. Sebab, jika data perbankan dibuka bagi otoritas pajak maka akan mudah bagi pemerintah untuk melakukan banchmarking dan menguji kepatuhan WP.