SD 014 Tallang Bulawan, Siang Tempat Belajar Malam Kandang Ayam

Ade Sulaeman

Penulis

SD 014 Tallang Bulawan

Intisari-Online.com -Antara memprihatinkan dan mengharukan. Bayangkan, SD 014 Tallang Bulawan, ketika siang sekolah dasar yang terletak di Desa Tallang Bulawan, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Bara, ini adalah tempat belajar bagi puluhan siswa. Tapi ketika malam datang, ia berubah menjadi kandang ayam.

Dinding-dinding sekolah ini hanya ditopang dengan bambu. Ukuran ruangannya tak lebh dari 1,5 x 4 meter. Tak hanya, dalam beberapa kesempatan sekolah ini juga menjadi kandang kambing.

(Sekolah Dasar di Malaysia ini Hanya Memiliki Satu Orang Murid Bernama Oon)

“Karena sebagian dinding dan konstruksi bangunannya sudah rusak, kalau malam hari itu sering jadi kandang ternak juga. Jaraknya yang hanya beberapa meter dari permukiman warga membuat aktivitas belajar kerap terganggu,” ujar Boro, salah satu guru di SD 014 Tallang Bulawan, Kamis (12/1), seperti dilaporkan Kompas.com.

SD 014 Tallang Bulawan didirikan enam tahun yang lalu. Sekolah ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Tanah Toraja. Sekolah swadaya tersebut menjadi tempat anak-anak desa merajut cita-cita dan harapan hidupnya.

Sejak didirikan secara bergotong royong oleh masyarakat setempat, beberapa tahun lalu, gedung sekolah berdinding bambu dan beralas tanah ini belum pernah tersentuh bantuan renovasi dari pemda setempat. Padahal, di tempat ini terdapat 59 anak yang menuntut ilmu.

Meski kondisinya memprihatinkan, sekolah ini nyatanya telah sukses meluluskan angkatan pertamanya. Tak ada fasilitas istimewa di sekolah ini. Ruangan guru dan kepala sekolah juga berfungsi sebagai tempat belajar. Tak ada sarana perpustakaan, apalagi komputer, yang menjadi tempat para guru dan siswa menambah ilmu pengetahuan.

Ada enam guru di sekolah ini. Seperti sekolah pada umumnya, murid-murid mengikuti proses belajar mengajar sesuai standar kurikulum nasional. Proses belajar mengajar di sekolah ini juga mengikuti jadwal secara normal, yakni pagi hingga siang hari.

“Para guru dan siswanya berharap bisa memiliki sekolah dan sarana belajar yang layak. Namun, karena keterbatasan kemampuan dana warga, sekolah ini terpaksa berjalan apa adanya. Yang penting, siswa bisa belajar secara normal setiap harinya,” tulis Kompas.com.

Bangunan sekolah yang berdempetan dan hanya berjarak beberapa meter dengan permukiman warga ini juga dikeluhkan para guru dan siswa. Sering kali suara-suara keributan atau aktivitas warga diakui sangat mengganggu konsentrasi siswa saat belajar.

Di sisi lain, dinding bambu yang sudah mulai lapuk dan beberapa bagian yang bahkan sudah rusak membuat ternak warga bisa leluasa masuk keluar sekolah.

Artikel Terkait