Penulis
Intisari-Online.com – Penanganan diabetes dengan mengonsumsi obat dalam jangka panjang ada dampak negatifnya, loh. Contohnya meningkatkan risiko penyakit degeneratif lain seperti gagal jantung, liver, pernapasan, hingga ginjal. Padahal ada cara menangani diabetes yang tepat tanpa mengandalkan obat.
Pola makan
Diabetes terdiri dari dua tipe, yaitu tipe 1 dan 2. Tipe pertama merupakan kondisi yang terbawa saat lahir. Sedangkan kedua, muncul pada saat dewasa. Biasanya berhubungan dengan kesalahan pola hidup dan makan yang dilakukan secara akumulatif. Meskipun tidak mutlak, penderita diabetes tipe 2 kebanyakan bermsalah dengan obesitas.
Penderita diabetes tipe 2 yang memiliki masalah obesitas umumnya sulit untuk mengontrol nafsu makan. Nah, kebanyakan mereka menerapkan diet ketat rendah kalori untuk menangani diabetesnya. Namun, usaha berkepanjangan itu cenderung bisa membuat mereka merasa depresi.
Menurut pakar gizi ternama dunia, Kathryn Marsden, sebenarnya metode tersebut sudah kuno. Ia mengatakan perlu ada perubahan terhadap pemahaman konsep pola makan konvensional. Hal itu pula yang dikatakan oleh dr. Tan Shot Yen, anggota dewan penasihat Prevention Indonesia. Ia menyarankan agar penderita diabetes diberi pemahaman tentang pola makan sehat dan seimbang.
Contohnya pola makan seperti raw food diet, food combining, atau konsep pola makan berbasis naturopati. Nah, bila diterapkan dengan benar, pola makan tersebut terbukti mampu memenuhi kebutuhan pasien secara holistik. Hebatnya lagi, secara psikis mereka akan lebih bahagia karena tidak tersiksa oleh rasa lapar.Empat Aturan Makan Raw Food Diet
Sedangkan secara fisik, kebutuhan akan nutrisi, enzim, serta mineralnya akan tercukupi. Nah, kondisi inilah yang memfasilitasi peningkatan kemungkinan sembuh bagi penderita diabetes.
Aktivitas fisik
Jangan lupa, pendekatan yang bersifat fisioterapis juga menjadi kunci yang sangat membantu penderita diabetes. Hal itu tak kalah pentingnya dengan menjaga pola makan untuk menangani diabetes. Nah,salah satu caranya dengan melakukan yoga. Cle Souren, Direktur Lembaga Iyengar Yoga Amsterdam, sekaligus murid senior dari BKS Iyengar, pelopor yoga yang sering dijadikan rujukan terapi yoga mengatakan, penderita diabetes (kebanyakan tipe 2), umumnya menunjukkan ciri fisik yang khas. Kulit tubuh yang menutupi area pankreas terlihat mengeriput atau berwarna gelap. Menurutnya area tersebut kurang mendapatkan stimulasi fisik.
Nah, konsep terapi yang diberikan Cle yaitu mengaktifkan daerah tersebut dengan memberikan serangkaian pose yang bersifat backbending atau twisting, dengan beragam alat bantu. Menurut Cle, pendekatan ini secara umum amat membantu meningkatkan kualitas kesehatan para penderita diabetes yang berkonsultasi dengannya.Manfaat Yoga: 'Menjinakkan' Stres Pasca Trauma, Seperti yang Dialami Veteran Perang
Lalu, bagaimana dengan konsep aktivitas fisik untuk kesehatan kardiovaskular bagi penderita diabetes dengan obesitas? Selidik punya selidik, olahraga konvensional secara drastis seperti berlari keras di atas treadmill, berenang dengan target waktu dan jarak tertentu, serta membuat angkat beban dengan target, justru dapat berbalik menjadi bumerang. Olahraga jenis tersebut dapat merugikan penderita diabetes dalam jangka panjang.
Dr. Timothy McCall, seorang ahli kesehatan yang banyak meneliti tentang efek latihan fisik untuk menyembuhan mengatakan, bila olahraga itu dilakukan secara radikal, ia dapat membuat penderita diabetes mengalami penurunan tingkat glukosa secara mendadak. Tak hanya itu saja, biasanya kondisi itu juga diikuti dengan reaksi turunnya kadan gula secara drastis. Seperti rasa lelah luar biasa, depresi, lambat berpikir, dan beberapa masalah lain.
Ia menyarankan latihan fisik seharusnya dilakukan secara ringan dan sifatnya sebagai pelengkap dalam perubahan pola hidup penderita diabetes. Nah, untuk menjaga kebugaran kardiovaskular, BKS Iyengar mengungkapkan kalau asana (olah postur) yoga bila dilakukan dengan benar bisa memberikan efek yang lebih baik bagi koordinasi kerja organ pelengkap sistem pernapasan dan sirkulasi darah. Yaitu, jantung dan paru-paru. Hal ini bila dibandingkan dengan olahraga konvensional. Hebat, bukan?