Find Us On Social Media :

Ada Hasil Quick Count yang 'Beda Sendiri' di Pilkada Jabar: Ini Cara Mudah Menentukan Hasil Survei 'Abal-abal'

By Ade Sulaeman,Tjahjo Widyasmoro, Kamis, 28 Juni 2018 | 14:33 WIB

Tentu saja kita tidak perlu meragukan hasil quick count, bahkan dari hasilnya kita dapat memperkirakan perolehan suara pemilu secara cepat yang berguna untuk memverifikasi hasil resmi KPU nantinya.

Baca juga: Pasangan Ini Dibunuh oleh Anak Kandungnya Sendiri yang Tak Terima Mengidap 'Penyakit Keturunan'

Quick count bahkan mampu mendeteksi dan mengungkapkan penyimpangan serta kecurangan.

Lalu dari mana datangnya perbedaan hasil? Setiap lembaga survei memang bisa memiliki metodologi tersendiri, seperti diungkap Mada Sukmajati, pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.

Namun jauh di atas persoalan metodologi, kredibilitas dan etika menjadi hal utama yang harus dipegang oleh penyelenggara quick count.

"Ini penting karena terkait dengan kemampuan menarik kesimpulan. Masyarakat sendiri juga bisa melacak, mana lembaga survei yang bisa dipercaya dan mana yang tidak,” kata Mada seperti dikutip Kompas.com (9/7).

Hasil perhitungan setiap lembaga, seperti dikatakan Titin Sumi, pengajar Jurusan Matematika di Universitas Indonesia, bisa saja berbeda karena masalah pengambilan sampel.

“Ini tidak bisa disalahkan. Namun yang pasti harus proporsional,” kata dia mengingatkan.

Namun bukan tidak mungkin, lanjut Titin, ada kecenderungan lembaga suvei mendapat pesanan dari pihak yang membayar.

“Saat ini banyak lembaga survei yang mengeluarkan hasil tergantung pada siapa yang membayar,” ungkap dia tentang kemungkinan terjadinya kesalahan dalam hasil quick count.  

Adanya kesalahan metodologi, menurut Direktur Cyrus Network, Hasan Nasbi, bisa saja terjadi hingga berakibat pada perbedaan hasil quick count.

"Quick count itu enggak akan bisa mengarang, ada kesalahan gampang terdeteksi," sebut dia kepada Kompas.com.

Menurut Hasan, jika ingin mengetahui kesalahan, auditnya bisa sangat cepat. Cuma satu jam untuk tahu letak kesalahan atau kemungkinan manipulasi.

Kalau memang benar melakukan quick count, maka menurut Hasan, orang pasti berani buka data.

“Kalau takut, berarti ada manipulasi.”

Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) yang mewadahi lembaga-lembaga survei di Indonesia telah menyatakan akan memanggil dua lembaga survei yakni Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia untuk menjelaskan metodologinya.

Dari sanalah kita akan memperoleh jawabannya. (Tjahjo Widyasmoro)

Baca juga: Bukan Danau Toba, Inilah Danau Terdalam di Indonesia, Ada Gua Tengkorak di Dalamnya