Find Us On Social Media :

Studi: Orang Dengan Cedera Otak Traumatis Lebih Berpotensi Dipenjara

By Ilham Pradipta M., Sabtu, 10 Desember 2016 | 09:25 WIB

Cedera otak traumatis dapat diakibatkan oleh gegar otak, tengkorak yg retak, atau pendarahan di dalam tengkorak.

Intisari-Online.com – Penelitian di Kanada mengungkaplan bahwa pria dan wanita yang menderita cedera otak traumatis berisiko dua kali lebih besar mendekam di penjara dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami cedera. Hal ini tidak mengejutkan bagi Dr. Geoffrey Manley, ahli bedah otak sekaligus pemilik pusat perawatan trauma. Ia paham benar mengenai kesulitan yg dialami para pejuang cedera otak traumatis. "Karena tidak ada sistem perawatan untuk orang-orang ini,  mereka terpuruk dan terlibat masalah. Dan, sebagai bagian dari masyarakat, kita belum menangani dengan benar orang-orang penderita cedera otak ini," jelas Manley

Selama 13 tahun, para peneliti mengikuti lebih dari 1,3 juta orang yang berhak untuk mendapat perawatan kesehatan di Ontario, Kanada, dan mereka berusia antara 18-28 tahun pada 1997. Seperti yang dilaporkan oleh CMAJ Open, jurnal bebas-akses milik The Canadian Medical Association, tim peneliti mengubungkan catatan medis dengan catatan kriminal yang disesuaikan dengan berbagai faktor seperti umur dan jenis penyalahgunaan obat terlarang. Nah, dari situ ditemukan kalau pria yang mengalami cedera otak traumatis berpeluang lebih besar 2,5 kali dipenjara di federal prison Kanada dibandingkan dengan pria yg tidak mengalami cedera. 

 Bagi wanita dengan cedera seperti ini, peluang mereka untuk berakhir di federal prison adalah 2,76 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak cedera. Meskipun begitu, penulis studi menyatakan bahwa tahanan wanita yang diteliti hanya sedikit, hanya 210 orang dari total 700 ribu wanita secara keseluruhan. Otak Pedofil Ternyata Berbeda dengan Otak Manusia Pada Umumya

"Orang-orang mungkin menganggap bahwa wanita yang mengalami cedera otak lebih sedikit yang dipenjara, tetapi ternyata jumlahnya sama dengan pria," ujar penulis senior Flora Mathesom

Cedera otak traumatis dapat diakibatkan oleh gegar otak, tengkorak yang retak, atau pendarahan di dalam tengkorak. Matheson, sosilogis medis di Center of Urban Health Solutions di Michael's Hospital Toronto, berkata bahwa hasil penelitian ini bisa saja merupakan sebuah "puncak gunung es" dari hubungan antara trauma otak dan hukuman penjara. Sebab penelitian ini hanya melibatkan tahanan-tahanan penjara federal Kanada dan hanya terhadap orang-orang dengan cedera otak traumatis yang serius. Penelitian ini tidak melibatkan tahanan yang ditahan di penjara provincial Kanada serta mereka yang mengalami cedera otak traumatis ringan. Cedera otak traumatis ringan dapat dilihat pada orang-orang yang cederanya hanya mengakibatkan perubahan singkat dalam keadaan mental atau kesadarannya. Manley, yang juga seorang profesor di University of California, San Fransisco, menduga kalau separuh dari penderita trauma otak tidak pernah mencari pertolongan medis dan cedera mereka tidak terdeteksi dan tidak dianggap dalam penelitian. "Kami bahkan tidak mengidentifikasi cedera otak traumatis ini, dan kami benar-benar tidak merawat para penderitanya, padahal hal ini sangat krusial bagi mereka yang sedang terpuruk," katanya. Enam bulan setelah menderita cedera otak traumatis, kebanyakan pasien masih mengalami depresi dan kecemasan. Tak hanya itu saja, mereka juga kesulitan mengatasi agresi dan penyalahgunaan obat terlarang.

"Kebanyakan orang dengan cedera otak traumatis yang ditemukan di bagian emergensi tidak mendapat perawatan lanjutan setelahnya. Jadi kami tidak seharusnya terkejut ketika melihat mereka jadi pengangguran, bahkan dipenjara." jelasnya