Find Us On Social Media :

Gempa Aceh: Agar Gedung Jangkung Siap Digoyang Gempa

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 7 Desember 2016 | 11:45 WIB

Rancangan bangunan tahan gempa

Intisari-Online.com - Gempa Aceh, juga gempa-gempa lain yang terjadi di Indonesia, selalu mengingatkan kita tentang pentingnya perancangan bangunan tahan bencana, tahan gempa. Selain mengantisipasi kerusakan, bangunan tahan gempa akan meminimalkan korban kematian. Lalu bagaimana supaya gedung jangkung siap digoyang gempa?

---

Di masa lalu, wong Yogya yang daerahnya istimewa itu, pasti tidak pernah sadar kalau daerah tempat tinggalnya rawan gempa. Buktinya ketika lindu 5,9 skala Richter menggoyang daerah itu, Mei 2006, banyak bangunan yang kemudian hancur berantakan. Dalam istilah para ahli, bangunan-bangunan itu tidak bisa menyesuaikan diri saat mendapat dorongan literal (horizontal) akibat guncangan gempa.

Solusinya, beberapa waktu kemudian mulai diperkenalkan rumah-rumah tahan gempa yang disebut RumahInstan Sederhana dan Sehat (RISHA). RISHA yang berbahan lempengan beton dan kayu itu sifatnya instan. strukturnya bisa dibongkar pasangan karena menggunakan mur, baut, dan pelat baja. Namun ia bisa menahan guncangan gempa sampai 8 skala Richter.

Di belakang RISHA, ada teknologi baru bernama C-Plus. Teknologi ini masih dalam rangka menghadapi gempa, tapi bedanya jika RISHA untuk bangunan tempat tinggal berukuran kecil, maka C-Plus ditujukan bagi bangunan bertingkat. Namun teknologi yang menggunakan sistem sambungan dengan memakai baut ini, akan lebih ekonomis bila digunakan pada bangunan di bawah lima lantai.

Untuk bangunan yang lebih jangkung lagi, teknologinya bernama n-panel system. Pengembangnya adalah para peneliti di Pusat Penelitan dan Pengembangan Permukiman Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum (Puskim Balitbang PU) yang berkantor di Cileunyi Wetan, Bandung, Jawa Barat. Sistem panel n ini disebut-sebut sebagai teknologi untuk struktur bangunan tinggi di masa depan.

Ditentukan tingkat daktilitas

Sistem "n-panel" lahir ketika pemerintah mencanangkan Program Seribu Menara Rumah Susun Sederhana (Rusuna) tahun 2007. Saat merancang "apartemen rakyat" itu, para peneliti di Puskim memutar otak untuk menciptakan teknologi struktur bangunan yang dapat dibangun secara mudah, murah, dan cepat. Namun ada satu syarat tambahannya: hams mampu bertahan saat diguncang gempa.

Nana Pudja Sukmana, salah seorang peneliti yang menemukan teknologi ini, mengatakan disebut "n-panel" lantaran bentuk panel pracetaknya yang mirip dengan huruf "n". la tidak tahu apakah panel semacam ini pernah dikembangkan sebelumnya.

Namun Nana yakin panel yang berbentuk n kemudian dipadu dengan proporsi dimensional dan sambungan dalam jumlah dan lokasi tertentu, belum ada sebelumnya. Makanya ia berani mengajukan hak paten sistem ini.

Teknologi ini pertama kali diuji tahun 2007, tapi baru sebatas menggunakan satu dinding atau diistilahkan dua dimensi. Baru tahun 2009, pengujian dilanjutkan dengan menggabungkan empat panel sekaligus, sehingga terbentuk modul ruang. Sejak awal, Nana memberikan perhatian lebih terhadap daya tahan bangunan terhadap gempa.

"Salah satu parameter penting adalah daktilitas bangunan tersebut," kata Nana.