Sengkarut UN: Masih Ingat dengan EBTANAS?

Moh Habib Asyhad

Penulis

Tetap Ikut Ujian Nasional Meski Menjadi Tahanan

Intisari-Online.com - Belakangan ini persoalan Ujian Nasional (UN) kembali ramai dibicarakan. Ada wacana dari Presiden Jokowi untuk dihapus. Wacana ini sudah dikemukakan sebelum menjadi presiden.

Seperti diukutip Antara, calon Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan pihaknya akan menghapus sistem Ujian Nasional tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama jika dirinya terpilih menjadi presiden dalam Pilpres 2014.

"UN SD dan SMP lebih baik tidak ada. Sedangkan untuk SMA UN tetap ada tapi jangan dipakai sebagai patokan kelulusan melainkan untuk pemetaan kualitas pendidikan," kata Jokowi di depan forum Lokakarya Peningkatan Kualitas Guru di Hermes Palace Mall, Medan, Sumatera Utara, Senin.

Menanggapi hal itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendi mengusulkan tiga pilihan terkait Ujian Nasional, yakni penghapusan UN dari sistem pendidikan, penghentian sementara UN mulai 2017, atau tetap menjalankan UN dengan teknis pelaksanaan diserahkan kepada daerah.

(Jokowi, Penghapusan UN Masih Sebatas Wacana)

Momok siswa

Ujian Nasional memang menjadi polemik tak berkesudahan. Selain menjadi momok bagi siswa, juga menimbulkan "kerepotan" di mata para guru.

Seperti diungkapkan oleh Mas Ayu Yuliana, kepala sekolah SMA Negeri 1 Jakarta kepada BBC Indonesia. Ia menyambut baik gagasan Menteri Muhajir untuk menangguhkan UN.

"Kenapa? Karena tidak semua alat pembelajaran yang tersedia, baik itu buku apalagi misalnya komputer, terpenuhi di daerah. Dengan diturunkannya (Ujian Nasional) ke tingkat provinsi, itu saya pikir lebih bijak," kata Mas Ayu.

Respons positif juga disampaikan dua siswa SMA 1 Jakarta, Aldo dan Faridz.

"Terus terang saya lega dari lubuk hati terdalam," kata Aldo yang mengaku Ujian Nasional selama ini merupakan beban bagi siswa.

"Untuk apa kita belajar tiga tahun tapi ditentukan empat hari itu saja? Ditiadakannya UN berarti tidak ada lagi bocoran-bocoran soal yang beredar. Kasihan yang belajar secara jujur," timpal Faridz.

Ujian Nasional atau yang biasa kita sebut dengan istilah UN bukanlah hal yang baru kita dengar. UN juga sering dikaitkan dengan momok yang menakutkan bagi para pelajar yang duduk di tahun akhir. Terlebih mulai tahun 2000-an.

Saya masih ingat dulu sewaktu menghadapi EBTA dan EBTANAS tidak seheboh seperti sekarang ini. Sampai ada bersembahyang bersama.

Dulu orangtua juga tidak ikut ribut ketika anaknya menghadapi ujian akhir. Berbeda dengan sekarang, orangtua kadang malah lebih sibuk dibandingkan anaknya.

(Antarina: Melawan Sistem Pendidikan Gaya Pabrik)

Bentuk pengukuran

Yang menjadi pertanyaan, apa sih pengertian Ujian Nasional itu?

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 20 tahun 2005 pasal 1 menyebutkan, "Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah."

Sementara, Thomas Kellaghan and Vincent Greaney (2001: 33) menyatakan, “A national assessment may be defined as an exercise designed to describe the level of achievements, not of individual students, but of a whole educational system.”

Berdasarkan dua pengertian tersebut, ujian nasional merupakan bentuk pengukuran dan penilaian terhadap penguasaan kompetensi peserta didik pada tingkat nasional.

Namun, UN bukanlah penentu standar kualitas pendidikan. Menurut Itje Chodidjah, seorang praktisi pendidikan, UN selama ini adalah "benalu yang kemudian dianggap sebagai obat."

"Ujian Nasional adalah salah satu bagian dari standar evaluasi pendidikan. Ada delapan standar pendidikan nasional, yang mestinya jika pemerintah melihat output-nya, tujuh standar lain yang diperlukan sebuah sekolah untuk menyelenggarakan proses pendidikan dipenuhi dulu. Baru kemudian melakukan evaluasi nasional dan itupun hanya untuk kepentingan mengambil data nasional," kata Itje.

Delapan standar pendidikan nasional, mengacu pada Badan Standar Nasional Pendidikan, meliputi standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, standar penilaian pendidikan, dan terakhir standar kompetensi lulusan.

(Enggak Nyesel Deh Jadi Pelaku Homeschool)

Sejarah UN dari periode ke periode

Nah, sambil bernostalgia, mari kita simak bagaimana momok bernama UN itu berkiprah di dunia pendidikan kita.

Kita tunggu, bagaimana akhir kisah UN ini.

Artikel Terkait