Penulis
Intisari-Online.com – Selain figur Ratu Elizabeth II yang sampai sekarang masih mendapat simpati, nampaknya monarki Inggris tak lagi punya pesona dan kharisma di mata rakyatnya.
Betapa tidak? Bahtera perkawinan putra-putri kerajaan ini semuanya boleh dikata berantakan.
Dari Putri Anne yang bercerai lalu kawin lagi, "kekeliruan" Pangeran Andrew memilih Sarah Ferguson yang dinilai tak mampu menerjemahkan tradisi putri monarki, serta runtuhnya mahligai rumah tangga Pangeran Charles dan Diana yang gemerlap publikasi.
Karena selama ini benang merah pewaris kerajaan digariskan pada putra mahkota, tak pelak rumah tangga Charles - Diana selalu jadi sorotan.
Toh, meskipun secara umum perkawinan mereka sudah terputus, keduanya masih dipersatukan oleh putra mereka, William dan Harry.
Dengan mencuatnya pamor William, kalangan pengamat kerajaan mulai mereka-reka drama tiga babak kelangsungan dinasti Inggris, yakni bertahannya kekuasaan Ratu Elizabeth II seumur hidup yang penuh keteladanan; masa singkat pemerintahan Charles yang kemungkinan baru naik tahta sekitar usia 70 tahun; kemudian mahkota terakhir Raja William V yang penuh harapan.
Nah, raja macam apa yang kelak akan terwujud pada diri ABG yang bernama lengkap William Arthur Philip Louis of Wales ini?
Pengaruh berbagai kepentingan
Tepat pukul 21.03, tanggal 21 Juni 1982, di RS St. Mary, London, kelahiran William yang beratnya 2,65 kg disambut dengan penuh sukacita masyarakat Inggris. Kegembiraan Charles atas kelahiran Wills tercermin dalam suratnya kepada seorang sahabat, "Yang amat mengherankan, jari-jarinya berbentuk seperti sosis seperti yang saya miliki."
Sejam setelah menjadi bapak, di depan para wartawan Charles berujar, "Saya berharap kelak bocah ini jujur, penuh toleransi, dan lebih dari itu, memiliki tata krama. Saya akan membesarkan dan mengasuh sendiri anak-anak saya ... mendidiknya agar mereka selalu berpikir demi kepentingan orang lain. Saya akan mendudukkan mereka seperti kebanyakan orang."
"Bila ternyata mereka tidak terlalu cerdas atau berkualitas, tapi kalau memiliki kesopanan dan tata krama yang baik, saya percaya hidup mereka akan jauh lebih berguna."
Masa balita merupakan hari-hari yang penuh kegembiraan bagi ayah dan anak. Tiap pagi William dimandikan sendiri oleh Charles. Acara mandi yang penuh canda dan tawa ini semakin ramai kalau sang ayah usil mengganggunya.
Sesaat, kamar mandi jadi ajang "perang" segar. Wills memecahkan segala sesuatu yang dipegangnya, mencemplungkan sepatu ayahnya ke dalam toilet.
Setelah mampu berjalan, bersama adiknya, Wills kerap diajak berkeliling mengunjungi taman bermain di sekitar London. Juga ke pusat hiburan dan tempat jajan rakyat.
Di lain pihak, sang nenek sering ikut mencampuri pendidikan cucu-cucunya. Celakanya, Elizabeth tak sejalan dengan kebijakan putra dan menantunya dalam menerapkan pendekatan santai atas diri William.
Buktinya, soal pakaian saja sempat membuat Elizabeth bertengkar dengan Diana. Maklum, Ratu risih melihat cucunya berpakaian santai yang dianggap tak pantas untuk seorang pangeran.
Baca juga: Anak Pangeran William yang Lucu Banget Ini Akan Dibunuh ISIS, Seram!
Bahkan menurut penuturan Sarah Bradford, penulis biografi Elizabeth, 6 tahun lalu di Puri Balmoral Ratu pernah memberi hukuman pada William lantaran malas latihan menunggang kuda.
Harap maklum, kenakalan pangeran cilik ini tak berbeda dengan bocah-bocah lain di mana pun. Bedanya, ulah William amat ditunggu-tunggu para fotografer yang ingin dapat duit. Terkadang, foto-foto Wills yang nampak nakal atau iseng muncul di media massa.
Semisal, bagaimana ia menggoda seorang gadis kecil pengiring pengantin pada upacara pernikahan Pangeran Andrew - Fergie, juga ketika ia memperlihatkan tampang dan lirikan nakal pada rombongan gadis-gadis yang memberikan bunga kepada Ratu.
Namun pada saat usianya sudah 8 tahun tingkah Wills sudah agak kalem, dan mampu mengendalikan diri. Bahkan di mata nenek buyutnya, Wills adalah gentleman kecil yang dengan sabar menuntunnya turun dari tangga gereja sambil memegang payung untuk melindunginya dari panas.
Tegar di tengah derita
Puncak perselisihan kedua orang tuanya meledak tahun 1992. Sesuai rencana, hari itu Charles mengajak keluarganya berburu di Sandringham. Rupanya Diana bosan dengan acara tersebut, apalagi ia tak suka pembunuhan binatang.
Alhasil Diana ngambek dan mengancam suaminya dengan dua alasan; memboyong anak-anak kembali ke Windsor menemani Ratu atau pulang ke rumah mereka di Highgrove.
Insiden tersebut jelas berdampak buruk bagi kedua pangeran kecil ini. Sementara rentetan perseteruan ayah-ibunya terus berlanjut, William bak anak ayam kehilangan induknya. Rumah yang dulunya merupakan oase yang sejuk, kini terasa amat tidak menentramkan hatinya.
Masih teramat muda bagi Wills untuk mampu bertahan menghadapi bertubi-tubinya tulisan memalukan yang diteriakkan koran, tabloid, dan televisi tentang perkembangan skandal rumah tangga kedua orang tuanya.
Perang saling mempermalukan antara Charles dan Diana semakin memanas dengan terbitnya buku Diana Her True Story (1992), yang ditulis Andrew Morton. Isinya antara lain membeberkan perselingkuhan Charles dengan Camilla Parker-Bowles, pacar lamanya.
Untuk membalas "serangan" istrinya, tak lama kemudian Charles mengeluarkan buku Prince of Wales hasil olahan Jonathan Dimbleby. Sebagai upaya mencoreng popularitas istrinya, buku ini menggambarkan kebobrokan mental Diana sebagai wanita yang berpikiran dangkal dan berkepribadian tak stabil. Bahkan terperangkap bulimia.
Baca juga: Pangeran William Sudah Langgar Tradisi Sejak Lahir, Tapi Tetap Saja Jadi yang Terpopuler
Sementara kondisi psikis William belum reda dari imbas pemberitaan media atas ulah orang tuanya, Maret 1995 terbit lagi buku yang lebih mengejutkan, Princess in Love, karya Anna Pasternak. Ironisnya, buku tersebut memuat hubungan gelap sang ibu dengan James Hewitt, instruktur penunggang kuda yang juga gurunya sendiri.
Tak pelak, hiruk pikuk ini membuat citra keluarga Kerajaan Inggris terkoyak-koyak. Sekali lagi, yang paling menderita tentu William dan adiknya. Kondisi di atas membuat pengamat kerajaan, Julie Burchill, prihatin terhadap perkembangan William.
"Saya tentu masih mengharapkan yang terbaik bagi Wills. Namun saya heran kalau Wills bisa tumbuh normal. Betapa tidak? Boleh dikata mereka keluarga kerajaan yang paling berantakan sejak zaman Munsters.
Bayangkan, setiap hari hampir selalu muncul perkara baru. Orang luar sampai bisa tahu segala sesuatu tentang mereka. Jelas, ini sangat tidak bagus bagi keluarga kerajaan yang sedang berkuasa."
Bayangkan, sebagai bocah Wills justru harus "melayani" kehendak kedua orang tuanya yang selalu berlainan. Tuntutan kepatuhan itu membuatnya tersiksa karena terpaksa menampilkan dua sisi hidupnya yang berbeda.
Di hadapan ibunya ia mesti patuh kalau harus berdandan santai, bercelana jins, dan memakai topi bisbol. Tujuan perjalanannya ke kawasan-kawasan wisata terkenal, misalnya berlayar ke Kepulauan Karibia, main ski di Aspen, atau ke Disney World.
Hampir semua kegiatan dengan sang ibu selalu penuh publisitas. Bahkan sebagai wanita yang paling diincar para fotografer, Diana adalah tipe orang yang bisa memanggil media sebelum tamasya.
Kalau sudah begini, sang ibulah yang lebih menikmati segala publisitas itu. Kali lain diajak ayahnya menghadiri acara-acara resmi, Wills harus menyesuaikan diri dengan dandanan jas, dasi rapi, serta sepatu kulit mengkilap. Daerah wisatanya pun berbeda.
Misalnya ke pegunungan di kawasan Sandringham, atau berburu burung di Norfolk. Seperti ayahnya, Wills adalah penembak yang berbakat. Terkadang, di Balmoral, tempat keluarga kerajaan berlibur musim panas, Wills dan Harry menghabiskan waktunya bercengkerama bersama pengasuhnya yang setia yakni Tiggy Legge-Bourke.
Wanita gemuk tapi amat periang ini amat dekat dengan Wills dan Harry, sampai-sampai pernah menimbulkan kecemburuan Diana.
Baca juga: Camilla Pernah Meminta Pangeran William Tinggalkan Kate Middleton, Alasannya Bikin Geram
Dua sisi yang silih berganti nampak pada penampilan Wills ini membuat media massa Inggris usil menebak-nebak, sesungguhnya siapa yang lebih punya pengaruh pada diri pangeran kecil ini, Charles atau Diana.
Sebagian besar menilai, semakin beranjak dewasa Wills akan condong kena pengaruh Istana Windsor, dengan lebih menikmati iklim pegunungan, olahraga menembak, serta menjauhi publikasi. Itu berarti, gaya hidup gemerlap sang ibu tak akan terlalu mempengaruhinya.
Benarkah anggapan itu semua? Hanya Wills yang tahu. Yang jelas sampai kini ia tetap menunjukkan kasih dan cintanya kepada kedua orang tuanya. Ia bisa menjadi teman akrab Charles tapi juga melindungi Diana.
Figur pangeran masa depan
Berwajah tampan — istilah anak muda sekarang barangkali imut-imut — perjaka tanggung ini banyak mewarisi kerampingan tubuh, lekuk wajah, dan mata indah dari leluhur ibunya, Spencer.
Ibarat hanya bermodal tampang, tak sulit bagi Wills untuk menjadi populer di kalangan remaja. Terbukti, cewek-cewek ABG Inggris menjulukinya sebagai cowok seksi.
Baca juga: Mengharukan, Ini Janji Pangeran William kepada Mendiang Putri Diana Jika Kelak Ia Jadi Raja Inggris
Dalam pesta-pesta dansa yang digemari oleh keluarga aristokrat, Wills punya banyak penggemar gadis-gadis yang tak segan-segan meminta ciuman dari sang pangeran.
Meskipun demikian sebagai ABG, William memiliki sederet kelebihan lain. Di usianya yang baru 15 tahun, saat sebayanya lagi senang mengecat rambut dan keluyuran ngalor-ngidul, Wills sudah menunjukkan kelebihannya.
Dikenal cerdas, bocah ini berhasil masuk Eton, sekolah elite yang terkenal dengan kualitas dan disiplin pendidikannya. Bahkan, ia memiliki tingkat kedewasaan serta kematangan tinggi jauh melebihi teman sebayanya.
Eton amat terkenal sebagai sekolah anak-anak bangsawan, pejabat tinggi negara, dan para konglomerat dunia. Namun, dengan kedisiplinan tinggi, para murid tidak dibedakan dari tingkat status sosial mereka untuk saling jor-joraan atau pamer kekayaan.
Bisa jadi bukan hanya William yang punya pengawal di situ. Cucu-cucu para raja kapal Yunani pasti membawa pengawal juga, belum lagi keturunan pejabat penting luar negeri lainnya.
Baca juga: Memprediksi Pewaris Tahta Kerajaan Inggris, Akankah Jatuh ke Tangan Pangeran William?
"Sekolah itu tempat yang paling tepat bagi William. Banyak temannya di situ yang lebih kaya. Tak sedikit pula bocah-bocah yang berasal dari keluarga yang tak kalah berantakannya daripada Wills," ujar David Starkey, sejarawaan dari London School of Economics.
Jadwal kegiatan di sekolah ini amat ketat. Nampaknya selama 5 tahun di Eton, Wills bisa sejenak melupakan perseteruan kedua orang tuanya. Acara pertama dimulai setiap pagi pukul 08.00 dengan berdoa di kapel, setelah itu sarapan, diteruskan pelajaran sekolah.
Selesai makan siang, anak-anak bisa berolahraga sepuasnya sebelum akhirnya kembali masuk kelas pukul 16.00. Selain mata pelajaran utama, Eton juga menyelenggarakan pelajaran ekstrakurikuler, semisal bahasa asing dan memasak. Tersedia pula bimbingan konseling bagi anak-anak yang orang tuanya bercerai.
Memang, angka perceraian di Inggris paling tinggi di Eropa, sehingga Wills tak perlu merasa sendirian.
Terlepas dari berbagai konsekuensi yang harus ditanggung akibat perceraian orang tuanya, Wills bisa menarik pelajaran dari pengalaman buruk ayahnya. Pertama, ia tak boleh mengandalkan seseorang untuk bisa bersikap bijaksana.
Baca juga: Putri Diana Sempat Mencoba Bunuh Diri Saat Mengandung Pangeran William
Hal kedua, betapapun orang tuanya dianggap tidak bertanggung jawab, mereka tetap memberi banyak pilihan dan kebebasan untuk menentukan hidupnya.
Maklum, dulu apa yang harus dilakukan Charles sudah dirumuskan oleh komite yang menentukan ke mana ia harus bersekolah, begitu pula karier apa yang harus dijalaninya.
Seiring memudarnya magnet pamor Diana menjelang usia 40 tahun, perhatian media pelan-pelan akan beralih pada diri pangeran tampan ini. "Kerajaan membutuhkan figur yang kepopulerannya setara dengan Diana, dan saya kira ini terpenuhi dalam diri William.
Inggris memerlukan seseorang yang siap untuk mengubah dan membawa monarki menyejajarkan langkah dengan lembaga lain di abad mendatang," ujar Edward Pilkington, penulis kerajaan dari Guardian.
Barangkali masalah yang bakal muncul nantinya, jenis wanita macam apa yang kelak akan mendampingi Wills. Selama ini tradisi monarki Inggris secara turun-temurun lebih memilih wanita dari kalangan darah biru sebagai pendamping hidup.
Baca juga: Masuk Bursa Taruhan, Inilah Nama Putra Ketiga Kate Middleton dan Pangeran William
Seperti Ratu Mary, permaisuri Raja George V, figur yang melambangkan wanita aristokrat dengan kesetiaaan tanpa syarat terhadap sang suami.
William jelas akan memegang peranan penting dalam membentuk citra baru monarki Inggris menyongsong abad mendatang. Sampai sekarang orang yang amat "dekat" dan setiap saat bisa memanggil dan memberi instruksi maupun pengarahan kepada Wills tak lain adalah sang nenek.
Maklum, Eton terletak tak jauh dari istana Elizabeth. Dari taman istana pun sang nenek bisa melihat sekolah tempat cucunya menuntut ilmu. "Ratu merasa amat bertanggung jawab dan sangat memperhatikan William," ujar Sarah Bradford.
Setiap Sabtu sore, sekitar pukul 16.00 Wills dijemput dari sekolahnya untuk minum kopi bersama sang nenek di istana. Selama berjam-jam Wills berbincang-bincang dengan neneknya. Kadang terlihat serius, terkadang juga santai.
Apa saja topik pembicaraan mereka? Urusan negara? Nampaknya, tugas inilah yang mulai dititipkan Buckingham di pundaknya. Tentu, William tak boleh tersandung. Karena beban itu berat. (Sumber: Buku Diana 1961 – 1997)
Baca juga: Terungkap, Ternyata Ada Tujuan Khusus dari Kebiasan Pangeran William Selalu Gandeng Tangan George