Find Us On Social Media :

Apa Benar Penobatan Pangeran Charles Sebagai Raja Sangat Bergantung pada Putri Diana?

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 7 Juni 2018 | 19:30 WIB

Memang, kedudukan sang pewaris takhta kini dilematis. Sebagian besar pemuka gereja seperti membuat analogi terhadap kesetiaan pribadi Charles dan integritasnya terhadap masyarakat.

Apalagi kedudukannya sebagai kepala kerajaan sekaligus juga berarti kepala gereja Inggris. Mau tak mau, sebagai tokoh panutan ia tak boleh bercerai.

Ditilik dari sejarahnya, perkembangan gereja Inggris bisa dibilang unik. Penyatuan kekuasaan gereja dan negara di tangan raja Inggris ini berasal  dari era Henry VIII. Alasannya sederhana.

Karena permohonan perceraiannya dengan Catherina dari Aragon ditolak Paus, Henry VIII lalu memproklamasikan diri sebagai pelindung tunggal dan kepala tertinggi gereja Inggris Raya.

Dengan kata lain, gereja Inggris lalu memisahkan diri dari campur tangan Paus di Roma.

Barangkali karena otonomi sepihak itulah perkembangan gereja Anglikan di Inggris menjadi lain. Setelah itu, selama berabad-abad terjadi berbagai macam skandal.

Mulai dari pergendakan, lahirnya anak-anak haram, sampai skandal homo antara James I dengan William III.

Namun, era di atas kemudian berubah ketika masuk ke masa pemerintahan Ratu Elizabeth II. Di zaman tahun '60-an, seseorang yang bercerai sampai-sampai tidak boleh masuk Istana Ascot. Bolehnya hanya sampai pagar. Atau, tidak boleh berada di samping Ratu.

Maka dari itu agak mencengangkan juga ketika keluarga kerajaan sendiri malah didera badai perceraian.

Mulai dari adiknya, Putri Margaret; putrinya, Anne, putra keduanya, Andrew, bahkan mungkin Pangeran Charles akan menyusul.

Baca juga: Pangeran Charles yang Tak Bisa Sepenuhnya Mencintai Putri Diana karena Punya Sifat-sifat Ini

Atas dasar itu, masyarakat yang menyukai Pangeran Charles berpendapat, siapa tahu era sekarang sudah berubah. Pangeran mudah-mudahan bisa jadi raja walaupun ia memutuskan bercerai dengan Diana.

Dari kalangan kerajaan, Charles bukannya tanpa dukungan. Seorang teman dekatnya yang juga menjadi menteri, Nicholas Soames, mendukung Pangeran menjadi raja Inggris.

"Pangeran Wales adalah seorang pewaris takhta. Itu bukan tindakan ambisius, tetapi sudah merupakan tugas dan kewajiban konstitusional. Tugas itu akan diserahkan pada waktunya pada beliau."

Toh setidaknya masyarakat mengharapkan lebih dari sekadar kata "tugas". Kalau hanya "tugas", mungkin bisa dilaksanakan oleh seorang kepala negara yang bergelar presiden. Raja haruslah mengaspirasikan nikri-nilai yang dapat diikuti sebagian besar masyarakat.

Jika ia gagal melakukannya, maka dalam satu, dua, atau tiga generasi, tak ada yang bisa menjamin bahwa monarki Inggris masih berdiri.

Maka dari itu merupakan suatu kewajiban bagi Pangeran untuk mencoba memperbaharui hubungannya dengan Putri Diana, meskipun memang amat berat. Soalnya, Diana selalu mencoba menjauhkan diri dari suaminya.

Kemungkinan ia akan turut serta dalam misi Palang Merah keluar Inggris pada tahun ini.

Banyak pernikahan dipersatukan kembali karena masalah ekonomi, sosial, atau demi kebaikan anak-anak.

Maka dari itu tak ada salahnya sang Pangeran mempertimbangkan tawaran untuk rujuk demi tugas nasional. (Dari pelbagai sumber/Djs/Tje – Intisari September 1994)

Baca juga: Tak Disangka, Pangeran Charles Ternyata Juga Pernah Menjalin Hubungan dengan Saudara Kandung Putri Diana