Find Us On Social Media :

Keberanian dalam Memilih Tergantung pada Kerelaan Kita dalam Melepaskan

By K. Tatik Wardayati, Senin, 28 November 2016 | 20:08 WIB

Pria dan pohon

Intsari-Online.com – Seorang raja sangat tertarik pada seorang pemuda yang selalu duduk di bawah pohon, berdiam diri. Setiap malam raja berkeliling kota dengan menyamar untuk melihat apakah semuanya baik-baik saja atau tidak. Ia selalu menemukan pemuda itu duduk seperti patung, tanpa bergerak sama sekali.

Akhirnya, Raja tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Ia menghentikan kudanya dan berkata, “Anak muda, maafkan saya karena mengganggu meditasi Anda.”

Pemuda itu membuka matanya dan berkata, "Tidak perlu untuk meminta maaf apapun karena saya tidak bermeditasi, bila saya meditasi, maka tidak ada yang bisa mengganggunya. Saya akan senang Anda datang ke istanaku. tanpa gangguan yang mengganggu Anda.

Raja meminta pemuda itu untuk datang ke istananya, mengundangnya, tapi jauh di lubuk alam sadarnya, ia ingin pemuda itu tidak menerima ajakannya karena itu berarti pemuda itu masih berkeinginan kemewahan dan kemegahan.

Tapi pemuda itu berdiri, dan berkata, “Baik, saya datang.”

Segera seluruhnya berubah. Raja berpikir, “Apa yang telah saya lakukan? Orang ini masih tertarik dengan kemewahan istana, menjadi tamu raja. Ia bukan orang suci yang besar.”

Ide lama tentang orang suci adalah bahwa ia harus senyaman mungkin. Ketidaknyamanan adalah agama. Sakit, lapar, menyiksa diri sendiri dalam ribuan cara, lalu kemudian seseorang menjadi orang suci besar. Tapi, orang ini tiba-tiba jauh dari kesuciannya, pikir raja. Tapi sekarang sudah terlambat. Raja tidak bisa mencabut apa yang sudah diucapkannya kembali, ini tidak bisa diperdebatkan.

Raja menyediakan tempat untuknya di bagian terbaik dari istana, pelayan, gadis-gadis muda untuk merawatnya, dan ia menerima segalanya. Namun, ketika orang memandang pemuda itu, banyak yang berpikir, apakah ia orang suci? Ia menerima tempat tidur yang terbesar dan indah. Ia menerima semua makanan lezat dari istana.

Raja berkata dalam hati, “Ya, Tuhan. Bodohkah saya? Orang ini telah menipu saya. Sepertinya ia menipu saya. Hanya duduk di sana setiap malam, ia tahu saya melewatinya waktu itu, duduk diam-diam  seperti seorang Buddha, ia tahu bahwa saya akan menangkapnya, dan ia menangkap saya. Dan sekarang sangat sulit untuk menelan ludah kembali. Ia ada di dalam istana.”