Penulis
Intisari-Online.com –Di sebuah aula yang gelap gulita, menjelang kedatangan para tamu, korek api mendekati lilin yang masih utuh itu, katanya:
“Kini tibalah saatnya aku harus menyalakan dikau.” Terkejutlah si lilin mendengar pembicaraan korek api itu lalu ia menyahut, “Jangan dulu. Api akan menyakiti saya. Oleh panasnya api, badan saya yang bagus ini akan meleleh dan hancur. Kasihan.”
Lalu si korek api bertanya, “Bagaimana? Apakah seumur hidup engkau ingin kaku dan dingin, tanpa sungguh bergairah?”
“Tetapi nyala api pasti menyakiti saya dan menghabiskan tenaga saya,” tutur si lilin dengan jantung berdebar-debar ketakutan.
“Benar juga apa yang kau katakan,” sahut si korek, “tetapi bukankah kita dipanggil untuk menjadi cahaya? Apa yang dapat aku lakukan, sebenarnya sangat sedikit sekali. Aku hanya bisa menyalakan dikau. Lalu tamatlah riwayat hidupku. Namun kalau aku tidak menyalakan dikau hidupku menjadi hampa dan tanpa arti. Engkau adalah sebatang lilin. Engkau harus menyinarkan cahayamu bagi orang. Segala rasa sakit dan tenaga yang terkuras akan menjadi cahaya bagi orang. Dengan demikian hidup mempunyai arti. Sebaliknya, kalau tetap kaku dan utuh, tujuan hidupmu tidak tercapai.”
Setelah mendengar nasihat dari korek api, si lilin menegakkan sumbunya lalu berkata, “Silakan, nyalakanlah saya.” Dan ketika orang masuk ke dalam ruangan itu, mereka bergembira melihat cahaya lilin yang manis itu.
Rasa sakit akan nyala api seolah hilang ketika melihat para tamu gembira karena aula disinari cahaya lilin yang cantik.