Find Us On Social Media :

Ulen Sentalu dan Kiprah Konco Wingking

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 22 Oktober 2016 | 08:00 WIB

Museum Ulen Sentalu di Yogyakarta, berisikan kehidupan raja-raja di Mataram.

Intisari-Online.com – Museum ini tidak menceritakan raja-raja dari dinasti Mataram, tetapi lebih condong pada kehidupan para putri keraton. Walau perannya nyaris tak terlihat di mata awam, di tangan merekalah arah kecenderungan budaya dikendalikan. Untuk urusan politis, perjodohan anak-anak raja pun tergantung bisikan mereka juga.

--

Peran permaisuri atau penghuni keputren lainnya di Keraton Mataram memang jarang terungkap. Padahal peran mereka tidaklah kecil. Budaya Jawa yang menempatkan wanita sebagai konco wingking memang menjadi tabir penutup kiprah para wanita keraton. Selain itu, mereka tak boleh menonjolkan diri. Dalam bidang seni, misalnya, raja sebagai pelindung kesenian menjadi batu sandungan karya-karya mereka. Banyak batik dan tarian hasil kreasi para wanita ini dipersembahkan untuk raja.

Nah, jika ingin menengok sedikit kiprah mereka, datang saja ke Museum Ulen Sentalu di Kaliurang, Yogyakarta. Di balik kiprah museum yang dibuka 1 Maret 1997 ini adalah Yayasan Ulen Sentalu. Para anggotanya adalah pewaris dinasti Mataram, di antaranya keluarga Haryono, pemangku tahta Kasunanan Hadiningrat Paku Buwono XII, pemangku tahta Paku Alaman KGPAA Paku Alam VIII, Putra Sultan Hamengkubuwono VIII GBPH Poeger, Putri Mangkunegaro GRAy Siti Nurul Kusuwardhani, serta mantan Ibu Negara, Hartini Soekarno.

Nama Ulen Sentalu itu akronim dari ulateng blencong sejatine tataraning lumaku. Kira-kira artinya, nyala lampu blencong sebagai pelita kehidupan manusia. Blencong adalah pelita yang digunakan pada layar pada pertunjukan wayang kulit.

Museum Ulen Sentalu memang hanya memajang puluhan lukisan dan foto mengenai sosok putri keraton. Lewat penjelasan pemandu, dari foto-foto itulah kita akan tahu cerita yang ada di baliknya. Misalnya saja, Gusti Siti Nurul Kamari Nasarati Kusumawardhani. Putri yang paling banyak mengukir prestasi ini tidak saja cantik, tetapi juga jago berkuda, tenis, menari, bermain piano, dan fasih bahasa Belanda. Ia memiliki garis bangsawan yang kuat.

Gusti Nurul merupakan cucu dari Hamengkubuwono VII dan putri tunggal Raja Mangkunegoro VII. "Ayahnya sangat mendorongnya. Jarang anak permasuri diizinkan berkuda. Dalam tradisi Mataram, yang naik kuda itu biasanya anak selir dan prajurit (putri) kraton. Olahraga berkuda 'kan sangat riskan. Gusti Nurul diperbolehkan karena ayahnya sangat sayang padanya," terang Ida, salah satu pemandu Ulen Sentalu.

Jangan bingung dengan silsilah Gusti tadi. Dari empat dinasti Mataram di Yogyakarta dan Solo, tak dapat dipungkiri terjadinya pernikahan di luar masing-masing dinasti. Semisal putri dari Mangkunegaran Solo) atau Kasunanan Hadiningrat (Solo) menikah dengan Raja Paku Alam (Yogya). Dalam hal berbusana, kelak anak-anak mereka yang tinggal di Kraton Paku Alaman berbusana gaya Solo karena ibu mereka  (permaisuri) berasal dari Solo.

Begitu juga dengan permaisuri Mangkunegoro VII yang berasal dari keraton Ngayojokarto Hadiningrat (Hamengkubuwono VII). Dalam kehidupan barunya bersama suaminya di Kraton Mangkunegoro, sang permaisuri menularkan gaya busana Yogya. Tak hanya dalam busana, tetapi juga seni wayang orang dan tari pun mulai berkiblat ke Yogyakarta. Hal ini dikarenakan Raja Mangkunegoro VII sangat menghormati istrinya.

Selain isinya yang unik, sosok museum garapan arsitek K.P. Dr. Samuel Wedyadiningart, DSB. ONK ini pun tak kalah menariknya. Setiap bangunan berdiri dengan konsep in the field architecture, desain dan bangunan digarap langsung di lapangan, tepatnya di lereng Gunung Merapi. Hal itu diambil karena setiap bangunan harus berdiri sesuai dengan letak tanah dan alamnya. Harmonisasi alam dan ekologi merupakan hal mutlak pembangunan Ulen Sentalu. Nuansa Jawa-Belanda terwujud pada bangunan Guwo Selo Giri (lorong bawah tanah), Kampung Kambang yang merupakan kompleks ruang di atas kolam, dan Gapuro Naga Pertolo.

Sayangnya, warga Yogyakarta sendiri belum banyak yang mengenalnya. Justru orang asing yang banyak menyambanginya. Jangan heran kalau keterangan teks pada masing-masing foto yang ada ditulis dalam bahasa Inggris dan Jepang. Menurut sang pemandu, museum ini memang diarahkan menjadi museum internasional. "Mungkin kelak di tahun-tahun mendatang ada teks dalam bahasa Prancis."

Anda tertarik mengunjunginya?