Find Us On Social Media :

Bumi Langit Institute: Mengelola Alam dengan Pendekatan Spiritual

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 13 Oktober 2016 | 09:06 WIB

Bumi Langit Institute

Setelah hampir 13 tahun mencari cara yang paling tepat, akhirnya pria yang memiliki sebuah rumah makan di Bali itu menemukan satu kesimpulan: kenapa kita tidak meniru cara konsumsi yang dilakukan nenek-nenek kita dulu. Dari alam, oleh alam, untuk alam, yang terangkum dalam satu teknik pengolahan, permakultur.

Makanan yang baik harus dimulai dengan proses pengolahan yang baik juga. Oleh sebab itu, Bumi Langit Institute yang digagas Pak Is begitu getol untuk memperkenalkan sistem permakultur. Seperti yang dipaparkan oleh Khaerul Anam, salah satu pengelola Bumi Langit yang setahun belakangan ini ikut Pak Is, permakultur adalah proses pengolahan tanah melalui pendekatan lansekap dan kondisi tanah.

Secara konsep, permakultur adalah sebuah cabang keilmuan yang terkait dengan cara hidup yang kreatif dalam menjaga keseimbangan dan keindahan. Hubungan keseimbangan ini biasanya diterapkan dengan prinsip-prinsip perencanaan yang baik dan bijaksana, penggunaan sumber daya alam dengan sangat hati-hati, dan pendekatan yang beradab dengan menghargai semua kehidupan.

Dalam pola ini, manusia diajak untuk memenuhi kebutuhannya, di saat yang bersamaan harus memenuhi kebutuhan makhluk-makhluk lainnya. Yang paling penting, pola ini mencoba mengubah cara hidup konsumtif menjadi kreatif.

Seorang petani kerap memaksakan diri menanam singkong yang notabene adalah jenis tanaman yang banyak menyerap unsur hara. Tanah bekas singkong biasanya membutuhkan waktu agak lama untuk pulih dan bisa ditanami lagi. “Permakultur akan mengajak kita berpikir: menunda menanam singkong atau menggabungkannya dengan tanaman lain,” ujar Anam.

Agar tidak menjadi eksklusif, dalam penerapan pola permakultur dalam kehidupan sehari-hari, Bumi Langit Institute mengajak warga sekitar untuk belajar bersama-sama. Dari pemaparan Anam, ada tiga bentuk kerja sama yang dilakukan Bumi Langit dengan masyarakat: pertama, menjadikan warga sebagai pekerja. Di sana mereka akan belajar seperti apa sistem permakultur yang baik dan benar. Jika sudah mahir, mereka bisa mempraktikannya di lahan masing-masing.

Kedua, sistem kerja sama, khususnya bagi warga yang tidak punya lahan tapi ingin menerapkan pola permakultur. Mereka ini bisa menggarap lahan milik Bumi Langit, nanti setelah panen, hasilnya dibagi menjadi dua sesuai dengan kesepakatan awal.

Ketiga, membeli hasil panen dari masyarakat. Harga yang ditawarkan sebisa mungkin di atas harga pasar. “Kami tidak peduli dengan aturan harga pasar, karena sering kali harga pasar tidak sesuai dengan harapan para warga,” tegas Anam.

Satu lagi yang paling ditekankan dalam pola permakultur adalah tidak diperbolehkannya menggunakan pupuk dan pencegah hama buatan. Contoh paling gamblang; di beberapa sudut lahan tanaman palawija, ditanam bunga jengger ayam yang berfungsi sebagai pencegah hama alami. Menurut Anam, aroma dan warna bunga jengger ayam yang merah mencolok,  bisa mengalihkan perhatian serangga. Pupuk yang digunakan juga alami. Misalnya, menggunakan kotoran kelinci yang sengaja dipelihara.

Ada juga pengolahan biogas memanfaatkan kotoran sapi yang ada di sana. Selain sebagai cadangan energi—penerangan dan listrik—sisa biogas yang sudah disuling sedemikian rupa juga biasa digunakan untuk menyiram tanaman di kebun-kebun olahan Bumi Langit.

Galeri dan pasar bernama Warung Bumi

Selain membuka pelatihan sistem pertanian permakultur, Bumi Langit Institute juga membuka warung makan, namanya Warung Bumi. Ini bukan sekadar warung, selain melayani pembeli yang datang saban hari, warung ini juga difungsikan sebagai galeri dan pasar.

Bisa dibilang, Warung Bumi adalah wajah dari seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Bumi Langit. Bisa dibilang, bangunan Warung Bumi yang berbentuk pendopo, adalah bangunan utama tempat ini. Di dalam pendopo yang lumayan luas, biasanya dilangsungkan beragam kegiatan yang, menyambut kunjungan-kunjungan institusi luar, dan pastinya melayani pengunjung yang datang untuk makan.

Sebagai galeri karena Warung Bumi menyajikan produk-produk yang dihasilkan oleh Bumi Langit, seperti tempe/tahu koro goreng, nasi dari beras organik pecah kulit (unpolished), perkedel talas, dan roti sorghum. Ada juga beberapa olahan pangan lain seperti kefir dan kombucha (teh fermentasi) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan.

Warung Bumi juga biasa dijadikan pasar warga sekitar yang ingin menjual produknya. Biasanya pembelinya adalah mereka yang mengunjungi Bumi Langit, baik untuk sekadar makan atau dalam rangka kunjungan resmi. Seperti siang itu, saat rombongan Majalah Sedap berkunjung ke Bumi Langit, ada beberapa warga sekitar yang menjualproduk hasilnya buminya kepada para pengunjung, salah satunya adalah selai nanas.

“Intinya, mengajak semua warga untuk mengakrabi alamnya lagi. Kita tahu kapasitas alam, lantas tidak belebihan menggunakannya,” tutur Pak Is memungkasi obrolan.