Find Us On Social Media :

Obat Palsu Bukan Rambut Palsu

By Agus Surono, Sabtu, 23 April 2011 | 15:02 WIB

Obat Palsu Bukan Rambut Palsu

Membedakan obat palsu dan asli memang bukan pekerjaan gampang. Bahkan, menurut Kartono, dokter pun sulit membedakannya. Tentu saja ini terjadi pada obat palsu yang kemasannya sudah mirip dengan obat palsu. Pada obat-obat tertentu, jika konsumen jeli akan terlihat mana yang palsu dan mana yang asli. Permasalahan terjadi jika konsumen sendiri belum atau tidak tahu kemasan obat asli bentuknya seperti apa. Atau kemasannya begitu bagus sehingga mirip dengan obat aslinya.

Untuk gampangnya, beli obat di apotek. Tapi hal ini tak menjamin 100% memperoleh obat asli. Soalnya sumber obat apotek bisa saja dari freelance atau penjual obat yang tidak jelas. Aturan bahwa apotek harus membeli obat dari distributor resmi memang sudah ada. Namun satu dua apotek bisa saja tergiur dengan perbedaan harga yang memungkinkan ia memperoleh keuntungan berlebih.

Masyarakat sebagai konsumen juga harus mulai waspada dengan melakukan beberapa hal. Selain membeli obat di apotek atau toko obat yang layak dipercaya keaslian jualannya, masyarakat juga dituntut untuk kritis terhadap setiap obat yang diterimanya. Misalnya menanyakan ada tidaknya tanggal kedaluwarsa. Jangan mudah percaya dengan obat yang dijual murah dan jangan malu menanyakan label kemasan. Kalaupun harus membeli obat di warung atau kios kaki lima, tanyakanlah kemasan asli dari pabriknya jika obat yang Anda terima tidak menyertakan label atau kemasan.

Kalau toh akhirnya menerima obat palsu, masyarakat bisa menuntut pihak distributir langsung sesuai UU Kesehatan No. 23/192 dan UU Perlindungan Konsumen 1999. Bahkan, dengan diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen April 2000, pihak distributor langsung tadi harus bertanggung jawab.

Jadi, obat palsu memang bukan rambut palsu!