Find Us On Social Media :

Cerita Kriminal Almarhum Menuntut Keadilan (1): Noda Tangan Berdarah di Dada Korban

By Birgitta Ajeng, Kamis, 4 Desember 2014 | 19:45 WIB

Cerita Kriminal Almarhum Menuntut Keadilan (1): Noda Tangan Berdarah di Dada Korban

Sepanjang dinding berderet beberapa meja, sedangkan di tengah ruangan ada meja bundar dari kayu mahoni. Di sekitar meja masih ada beberapa kursi yang dua di antaranya terbalik.

Korban menggeletak di lantai, kakinya yang satu tersangkut pada kaki kursi yang didudukinya. Tangkai pisau belati yang menamatkan hidupnya nampak mengkilap di dadanya, tepat di atas jantung. Permadani di bawahnya berlumuran darah.

Korban pembunuhan itu seorang lelaki setengah umur, mukanya bulat gemuk dan berkumis pendek. Rambutnya yang hltam mengkilap dan warna kulitnya yang kelam menimbulkaan dugaan bahwa ia orang Eropa Selatan. Sebuah cincin emas mengkilap menghiasi tangannya yang berlumuran darah. Nama orang itu Kurt Janos.

Tak jauh dari tempat korban menggeletak ada kursi bersandaran tangan. Di kursi itu masih nampak tali-temali yang diputus pada beberapa tempat. Inilah tempat duduk Canette, yang sebagai medium biasa diikat erat pada kursinya. Tali-temali diputus untuk melepaskan medium yang ternyata pingsan ketika lampu-lampu dinyalakan kembali.

Bertillon memerintahkan agar anak buahnya bekerja dengan hati-hati. Terutama meja bundar jangan disentuh permukaannya, karena benda ini akan merupakan "buku terbuka" bagi polisi. Sebab dalam séance semua hadirin meletakkan tangannya di atas meja itu. Juga kursi-kursi diperlakukan dengan hati-hati.

Ketika diperiksa ternyata di atas meja bundar itu sidik jari para hadirin nampak jelas. Dua orang yang duduk di kiri-kanan medium hanya meletakkan satu dari kedua tangan mereka di atas meja. Pada semua bekas jari di atas meja itu tidak nampak bekas jari kelingking satu pun.

Ini semua cocok dengan cara seance dilangsungkan. Para hadirin saling berpegangan dengan jari kelingkingnya. Dua orang yang duduk di samping medium memegang yang terakhir ini dengan tangannya yang satu. Maka mereka juga hanya meninggalkan bekas satu tangan.

Kurt Janos jelas ditikam dari depan. Tetapi menurut polisi, tak mungkin perbuatan ini dilakukan oleh hadirin yang duduk berhadapan dengannya. Sebab meja bundar itu bergaris tengah 1,5 m.

Kini mayat korban diperiksa dengan teliti. Bertillon terkejut. Tepat pada bagian tengah kemeja putih korban nampak bekas tangan berdarah dengan jari-jari yang dikembangkan. Seolah-olah pembunuh sengaja hendak meninggalkan petunjuk tentang identitasnya.

Bekas tangan berdarah ini menimbulkan teka-teki bagi polisi. Sebab, menurut laporan, belum lagi satu menit setelah korban jatuh, lampu-lampu sudah dinyalakan. Dalam waktu sesingkat itu di ruangan yang gelap gulita, bagaimana mungkin seseorang dapat membuat tanda bekas itu, tepat di tengah kemeja?

Bekas itu merah darah. Tetapi pada saat korban ditikam, darah belum mengalir di atas permadani. Bekas-bekas darah di atas meja juga sama sekali belum disentuh orang. Apalagi berkat kesigapan tindakan Madame Lafargue, para hadirin tak sempat meninggalkan ruangan untuk mencuci tangan mereka. Polisi melihat sendiri bahwa tak seorang pun di antara mereka yang tangannya berlumuran darah.

Bertillon selanjutnya memeriksa letak pisau belati. Jelas bahwa senjata tajam itu ditusukkan dari atas, menyerong ke bawah. Belati segera dikirim ke laboratorium untuk diperiksa, apakah ada bekas-bekas sidik jarinya. Bagian kemeja yang ada bekas tangan berdarah digunting dan juga dikirim ke laboratorium guna pemeriksaan.

Tulisan ini ditulis di dalam buku Kumpulan Cerita Kriminal Intisari tahun 1997 dengan judul asli cerita kriminal Almarhum Menuntut Keadilan.

-bersambung-