Find Us On Social Media :

Misteri Simpanse Belajar Bahasa: Andaikata Simpanse Punya Pita Suara

By K. Tatik Wardayati, Senin, 23 Februari 2015 | 19:15 WIB

Misteri Simpanse Belajar Bahasa: Andaikata Simpanse Punya Pita Suara

Intisari-Online.com - Andaikata simpanse punya pita suara. Jika begitu, binatang primata ini bisa bicara seperti manusia. Tapi apakah binatang memiliki inteligensia? Banyak orang meragukannya. Namun kalau menilik beberapa kenyataan yang disuguhkan oleh pasangan Gardner dengan simpansenya, mau tidak mau kita harus rela menangguhkan keraguan bahwa manusia tampaknya bukan satu-satunya makhluk yang memiliki inteligensia.

--

Petugas kebun binatang kecil di Idaho kebingungan. Beberapa ekor binatang hilang sementara tapi muncul kembali di suatu tempat. Konon mereka ditangkap oleh pengunjung yang tak kasat mata yang bukan berasal dari bumi kita (dan tak dapat membaca peta) dalam rangka program pengembangbiakan.

Sama misteriusnya dengan kasus raibnya beberapa binatang, pemberi informasinya juga unik. Sophie, seekor gorila betina, bercerita dalam bahasa isyarat kepada penyelia kebun binatang, Willa Ambrose.

Ini memang fenomena unik. Saat manusia masih membahas masalah inteligensia, makhluk lain di luar ras manusia seperti makhluk ET (extra- tenestrial) justru memperlihatkan inteligensia yang luar biasa. Itu dikisahkan dalam film Fearful Symmetry, salah satu judul serial TV The X-files.

Tak punya pita suara

Untuk membuktikannya, pada 21 Juni 1966 dua ilmuwan dari Universitas Nevada, Allen dan Beatrix Gardner, lalu mengadakan penelitian. Seekor simpanse berusia 14 bulan bernama Washoe ditaruh di sebuah kandang di halaman belakang rumah Gardner. la diberi makan, mainan, pohon untuk memanjat, dan teman saat terjaga. Terakhir, ia diajari berbahasa meskipun bahasa itu berupa bahasa isyarat standar Amerika (ASL).

Sebelumnya, beberapa ahli telah mencoba mengajari kera besar untuk berbicara. Sayangnya,   konsentrasinya saat itu pada bahasa lisan. Padahal, mana mungkin, sebab bangsa primata ini tak memiliki pita suara.

Inovasi Gardner mengajari  Washoe bahasa isyarat tentulah, akan dikritik dan dikupas habis-habisan oleh para ilmuwan. Maka tak heran bila Gardner mendesain parameter yang ketat untuk memonitor perkembangan Washoe. Catatan harian secara - detail dibuat. Patokannya, kata yang dianggap dikuasai harus bisa digunakan Washoe secara spontan dan dipakai paling tidak sekali sehari dalam 15 hari.

Kata "lagi" (more) dikuasai setelah tujuh bulan berlatih. Pada bulan ke-22, ia telah menguasai 34 isyarat, dan dalam 40 bulan menguasai 92 isyarat." Kecepatan belajarnya pun makin hari makin meningkat.

Saat baru menguasai delapan isyarat, ia mulai menemukan kombinasi, misalnya kombinasi kata "buka-makan-minum" untuk makna "kulkas". Washoe juga menemukan isyarat baru. la menggoreskan jemarinya di dada, meniru skema kain penadah liur untuk menyatakan "kain tadah liur". Ternyata isyaratnya itu memang sudah ada dalam perbendaharaan kata ASL. la menanyakan nama seorang pengunjung, dan ketika si pengunjung mengatakan ia tak mempunyai isyarat buat namanya, Washoe  membuatkari isyaratnya.

Ternyata Washoe juga memiliki daya duga yang baik berdasarkan contoh-contoh yang pernah diajarkan di kelas. Ia langsung" mengisyaratkan "anjing" jika ia melihat gambar anjing atau mendengar suara gonggongannya.

Makin hari Washoe makin  baik mempergunakan bahasa isyarat sampai-sampai pengetes yang tidak tahu-menahu soal proyek ilmiah yang meneliti Washoe tapi ahli ASL, dapat mengerti semua isyarat yang dikemukakan simpanse ini. Padahal Washoe belajar bahasa isyarat agak terlambat dan dari guru yang benar-benar kurang profesional dalam bahasa isyarat.

Washoe tidak sama dengan anjing yang bisa duduk saat diperintah. Ia memiliki kecerdasan. Ini memang terobosan besar yang seharusnya mengguncangkan dunia ilmu pengetahuan. Sayangnya, kenyataan bahwa simpanse dan kera besar memang berperasaan, punya warna favorit, suka menggoda, bisa bersedih hati, tak juga diakui oleh dunia ilmu pengetahuan.  Mereka lebih suka memperlakukan simpanse sebagai hewan eksperimen. Ironisnya, justru karena mereka dipandang amat mirip dengan manusia.

Simpanse bersih

Meskipun demikian dana untuk proyek ini menemui banyak hambatan. Tahun 1970 dananya habis. Nasib Washoe terancam. Bagi dunia luar, primata yang telah menguasai paling sedikit 130 isyarat ini hanyalah seekor "simpanse bersih". Maksudnya, belum dicemari penyakit, diinjeksi toksin atau racun. Itu berarti ia potensial untuk dijadikan kelinci percobaan biomedis!

Pasangan Gardner berusaha keras mencari tempat berteduh yang aman bagi Washoe. Setelah mengalami berbagai macam ketidakpastian (Washoe bahkan pernah hampir jadi penghuni kebun binatang), ia akhirnya masuk Institut Studi Primata pada Universitas Oklahoma untuk diamati oleh Roger dan Debbie Fouts.

Di situ ia dicampur dengan 15 ekor simpanse yang lain untuk diamati bagaimana ia berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Sayang sekali usahanya sering nihil. Pernah ia berada di sebuah pulau bersama beberapa simpanse. Tiba-tiba ada seekor ular - muncul dan membuat mereka lari cerai-berai kecuali seekor  simpanse. Washoe memberi isyarat "mari-cepat-dear" kepada simpanse itu, namun usahanya sia-sia.

Washoe  juga memperlihatkan rasa jengkel terhadap kera-kera rhesus yang tak paham bahasa isyarat dengan menyebut  mereka dirty monkey alias  kera kotor. Kata dirty sebelumnya digunakan hanya untuk tinja dan barang-barang yang kotor lainnya. Kini ia mempergunakannya dalam berbagai situasi, termasuk hal-hal yang tak berkenan di hatinya.

Perkembangan selanjutnya dari proyek membahasakan Washoe tampaknya tidak hanya memuatnya bisa berkomunikasi, tetapi juga mengajarkan yang lain untuk bisa berkomunikasi dengannya.

--

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 1997 dalam rubrik Maya dengan judul asli Andaikata Simpanse Punya Pita Suara.