Find Us On Social Media :

Tradisi Jawa Ruwatan Sebagai Ungkapan Kepasrahan Diri

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 6 Mei 2015 | 16:00 WIB

Tradisi Jawa Ruwatan Sebagai Ungkapan Kepasrahan Diri

Menurut Slamet, biaya untuk upacara ruwatan bisa sekitar Rp 4 juta, termasuk menanggap wayang kulit. Untunglah Lembaga Javanologi Panunggalan Yogyakarta mengadakan upacara ruwatan masal, sehingga Slamet cukup merogoh Rp 300.000,-. "Lega hati saya, beban seakan hilang. Semoga ruwatan ini mampu menghilangkan bencana yang menimpa keluarga kami," ujarnya berharap.

Slamet, pedagang asal Tegal itu, hanya salah satu dari 53 peserta ruwatan masal yang diadakan pada Juni 1993 di Yogyakarta. Ruwatan masal yang keempat sejak pertama kali diadakan pada September 1990 itu diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat dari berbagai daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Bahkan ada yang dari Jakarta dan luar Jawa. Rata-rata usia para peserta antara 5 dan 30 tahun.

Menurut H. Karkono K. Partokusumo, ketua lembaga tersebut, penyelenggaraan ruwatan masal ini untuk membantu meringankan beban biaya bagi masyarakat yang ingin meruwat, selain untuk melestarikan nila-nilai luhur tradisi nenek moyang. "Tradisi Jawa itu indah, sarat akan moral didaktis, maka perlu dirawat."

Meski demikian, Karkono tidak setuju kalau tradisi upacara ruwatan itu diadakan secara besar-besaran, atau direkayasa sedemikian rupa sehingga memberikan kesan mewah. "Yang penting adalah proses upacara berjalan khidmat agar para sukerto dapat berdoa khusuk mohon keselamatan kepada Allah."

--

Tulisan ini pernah dimuat dalam rubrik Terawang di Majalah Intisari edisi September 1993 dengan judul asli Ruwat, Sebuah Ungkapan Kepasrahan Diri. Ditulis oleh koresponden Intisari B. Soelist.