Find Us On Social Media :

Pekerjaan: Bapak Rumah Tangga

By Agus Surono, Senin, 12 Desember 2011 | 15:00 WIB

Pekerjaan: Bapak Rumah Tangga

Namun, banyak juga ayah di kota besar yang berpendidikan tinggi dengan pergaulan terbuka bersedia berperan lebih besar dalam pengasuhan anak. Ini adalah nilai-nilai maskulinitas yang modern. "Kalau dia menganut maskulinitas modern, dia tidak akan menganggap ini sesuatu yang nista, tetapi sesuatu yang sama berharganya dengan ibu rumah tangga," jelas Nina.

Berdasarkan penelitian Nina hingga 2011, para ayah di kelas menengah Jabodetabek memandang keterlibatan mereka dalam pengasuhan anak lebih penting ketimbang nilai maskulinitas yang mereka anut. Hal ini akan membuat mereka lebih siap menjadi bapak rumah tangga.

Toh, Nina tetap menekankan bahwa keputusan menjadi bapak rumah tangga harus lahir dari keputusan bersama suami-istri, bukan dari suami saja. Dengan begitu, istri dapat memberi dukungan penuh kepada suaminya. Ini akan membuat lelaki lebih bahagia menjalani peran barunya, terutama dalam menghadapi pandangan maskulinitas dari keluarga besar dan masyarakat sekitarnya. Dalam ceritanya, Ahmat memang menyampaikan ada saja orang yang memandangnya hina. "Tetapi jumlah mereka sangat sedikit, jadi buat apa dipikirkan," kata Ahmat enteng. Ia memandang hal tersebut sebagai irama hidup belaka. Ia tidak terlalu memedulikan apa kata orang. "Toh, hidup kami adalah kami yang menjalani. Kami yang menentukan mau ke mana dan bagaimana," Wiwin mendukung.

Tetapi, jujur Ahmat pun merasakan tekanan sosial itu berat. Pertanyaan seperti "Kerja di mana, Pak?" termasuk salah satu tantangan yang harus dihadapinya. Ahmat memilih menjawabnya dengan lugas, "Kerja di rumah," sambil tersenyum manis.

"Yang begitu itu sangat susah . Jika tidak percaya, silakan Anda mencobanya," tantang Ahmat. Wiwin sepakat bahwa suami istri memang harus saling melengkapi. Tidak masalah istri atau suami yang menjadi pencari nafkah tetap. Tidak masalah siapa yang mengurusi rumah tangga dan anak. Yang penting, mereka memahami kenapa peran terbalik ini harus terjadi. Dengan demikian mereka dapat menjalani perannya masing-masing dengan penuh tanggung jawab, tanpa terbebani omongan orang.

Anak lebih seimbang emosinya

"Stay-at-home father itu bukan sesuatu yang salah," tegas Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., psikolog anak dan keluarga. Perempuan yang akrab disapa Nina ini justru mengatakan bahwa akan baik untuk pengasuhan anak bila salah satu dari orangtua dapat tinggal di rumah. Orangtua adalah guru dan pengasuh terbaik untuk anak.

Berikut beberapa hal positif yang dapat diperoleh keluarga bila suami menjadi bapak rumah tangga.

  1. Penelitian oleh Dr. Kyle D. Pruett, ahli psikologi anak dan keluarga di AS, membuktikan bahwa pengasuhan anak oleh ayah bermanfaat untuk perkembangan fisik, kognitif, emosi dan tingkah laku anak. Anak jadi lebih seimbang emosinya, lebih cerdas dan percaya diri.
  2. Bagi wanita karier, keberadaan ayah di rumah akan mengurangi stres memikirkan kondisi rumah dan lebih fokus terhadap pekerjaannya di kantor. Ini akan membuat prestasinya di perusahaan lebih prima dan dapat mendukung ekonomi keluarga lebih baik.
  3. Mengerjakan tugas-tugas rumah akan membuat suami lebih mengapresiasi peran perempuan di rumah. Ayah juga akan lebih dekat dengan anak dan lebih mampu mengatasi persoalan-persoalan perkembangan anak di kemudian hari. Kondisi psikologisnya juga akan lebih sehat karena lebih peduli pada orang lain, tidak terlalu egois, lebih peduli pada kesehatan diri dan keluarga, lebih sabar, dll.

Tak heran jika di luar negeri sudah jamak SAHD. Di Australia, jumlah BRT sekitar 1% dari jumlah suami di sana. Sementara di Korea Selatan pada 2007 terdapat sekitar 5.000 suami menjadi BRT. Inggris pada 1993 memiliki 200.000 ayah yang menjadi SAHD. Di AS juga terlihat meningkat hingga tiga tahun lalu. Jika pada 1998 angkanya sekitar 90.000 orang, pada 2008 mencapai 140.000 orang. Jika Anda sedang memutuskan untuk menjadi Bapak Rumah Tangga, pikirkanlah dengan matang. Jika sudah mantap, tak usah khawatir karena kini sudah ada perkumpulan para SAHD yang digagas oleh Jeremy Adam Smith, bapak rumah tangga yang populer di AS. Ia mendirikan Daddy Dialectic. Ini menjadi tempat berbagi para ayah era abad ke-21 dalam hal pengasuhan anak dan pengurusan rumah tangga.

Langkah Jeremy tersebut tepat, karena berdasarkan banyak penelitian para suami biasanya lebih gengsi mendapatkan contoh dari istri dan keluarganya. Dia lebih suka mendapat contoh dari sesama laki-laki. Itu sebabnya Anna Surti Ariani menilai keberadaan perkumpulan atau media komunikasi untuk SAHD penting.

"Semua orang sebetulnya butuh teman. Dia harus tahu bahwa ada orang yang sama pengalamannya, kesulitannya, penderitaannya," kata Nina. Sebagai sesama stay-at-home father mereka bisa saling mendukung dan berbagi solusi atas permasalahan yang terjadi.

Jadi, sudah mantap berpindah peran? (Intisari, Desember 2011)