Penulis
Intisari-Onine.com - 'Tanah Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi'.
Begitulah penggalan lagu 'Tanah Papua' yang sering dinyanyikan oleh orang-orang Papua.
Papua dulu pernah terjajah oleh Belanda.
Pada tahun 2003, provinsi ini secara resmi dipecah menjadi Papua dan Papua Barat, dengan Papua Nugini merdeka yang menempati bagian timur pulau itu.
Sangat sedikit orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke Papua, apalagi jurnalis, dan praktissangat jarang orang asing.
Papua sangat terasingkan, bahkan dilihat dari pakaian mereka.
"Kami tidak terbiasa mengenakan pakaian ini," kata Degei, menunjukkan tenunan kemeja gelap dan rok cerahnya.
"Sebelumnya, kami hanya mengenakan dedaunan di tubuh kami."
Papua adalahdaerahtermiskin di Indonesia, di mana 28% penduduk hidup di bawah garis kemiskinan dan dengan angka kematian dan keaksaraan bayi terburuk di Asia.
Namun fakta yang lebih tragis adalah mereka hidup miskin di tanah yang memiliki gunung emas.
Pada 2015 saja, Freeport menambang emas dan tembaga senilai 3,1 milyar dollar AS (Rp44 triliun) di Papua.
Selain itu, Papua menawarkan sumber daya kayu senilai sekitar $ 78 miliar dollar AS (Rp900 triliun).
Papua sangat kaya sumber daya, rumah bagi tambang emas terbesar di dunia, yang merupakan salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia.
Baca juga:Bikin Nangis, Inilah Momen Mengharukan Ketika Bayi Kembar Memeluk Kembarannya yang Sedang Sekarat
Kesehatan masih menjadi masalah di Papua.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa dana otonomi khusus untuk provinsi akan dievaluasi kembali untuk memastikan bahwa itu digunakan untuk pembangunan.
"Ini adalah pelajaran bagi kami, karena selama ini dana otonomi khusus telah disalurkan sebagai hibah blok kepada pemerintah provinsi , meskipun otonomi khusus memiliki tujuan khusus," katanya mengutip dari bbc.com.
Bupati Asmat, Elisa Kambu, mengatakan masalah itu memiliki masalah yang lebih luas.
Dia mengatakan, "Orang-orang di Jakarta hanya berbicara tentang uang, bahwa banyak uang datang ke Papua, uang saja tidak dapat memecahkan masalah ini."
Saat ini tanah Papua sudah jauh lebih baik dengan pembangunan yang sedang banyak di fokuskan untuk penduduk Papua.
Baca juga:DKI Jakarta Bersiap Miliki Pengubah Tinja Jadi Air Minum dalam Setengah Jam
Mengutip dari antaranews.com, delapan kali Presiden Joko Widodo ke Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sejak memimpin pada 20 Oktober 2014.
Bukan hanya kesehatan, banyak kesenjangan di sana seperti masalah pendidikan, ekonomi, isolasi daerah hingga keamanan.
Sedikit demi sedikit kini tanah Papua diperhatikan misalnya bahan bakar minyak (BBM) yang sebelumnya sangat mahal dibandingkan dengan provinsin lain kini sudah menjadi satu harga.
Jalan trans-Papua kini juga menghubungkan antara daerah satu dengan daerah yang lain yang sebelumnya terisolasi.
Pasar-pasar tradisional jga banyak dibenahi, membuat pembangkit listrik agar banyak daerah teraliri listrik.
Presiden juga membuat proyek seperti jembatan, bandara dan pelabuhan.
Indeks Pembangunan Manusia pun kini naik dari 56,75 pada tahun 2014 menjadi 57,25 pada tahun 2015.
Anggaran daerah untuk Papua juga telah cair sebesar Rp43,6 triliun atau naik 15 persen dari tahun sebelumnya.
Masalah pendidikan, pemerintah telah memberikan 358.617 penerima kartu Indonesia pintar, membangun 10 sekolah baru berpola asrama dan 25 sekolah di garis depan.
Di sektor kesehatan pemerintah juga memberikan jaminan kesehatan bagi 3.600.162 jiwa penerima KIS (Kartu Indonesia Sehat).
Penderita penyakit malaria juga telah turun sebanyak 2.744 jiwa.
Pemerintah juga mendorong meningkatkan produktivitas melalui pertanian dan perdagangan.
Tak berhenti di situ saja, Presiden Jokowi bahkan mengangkat seorang ajudan yang merupakan putra asli Papua yakni Kombes Pol Johny Eddison Isir.
Baca juga:(Video) Burung Berwarna Mistis Ditemukan di Papua, Unik dan Langka
Itu merupakan peristiwa yang sangat bersejarah.
Bagi Jokowi, rakyat Papua tidak hanya membutuhkan pelayanan kesehatan, pendidikan, pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan.
Akan tetapi juga butuh didengar dan diajak bicara. Intisari-Online.com/Adrie P. saputra)