Intisari-Online.com -Thomas Merton adalah seorang rahib biara trapis di Kentucky, AS. Ia dikenal sebagai pengarang spiritual, penyair, pekerja sosial yang berpengaruh serta pendukung dialog antar-agama di dunia. Sayang, kariernya terhenti di usia paruh baya ketika Desember 1968 sebuah kecelakaan merenggut nyawanya. Kehendak Allah. Itulah yang sering tak bisa dimengerti manusia. Persis seperti yang pernah diucapkannya sewaktu masih hidup … of all the things and all the happenings that proclaim God’s will to the world, only very few are capable of being interpreted by men. And of these few, fewer still find a capable interpreter. Pengalaman Anton menunjukkan hal yang sama. Seperti orang tua umumnya yang amat mencintai anak, Anton begitu menderita saat Susan, putri semata wayangnya terserang leukemia. Segala macam upaya medis maupun alternatif telah dilakukan. Toh, sang buah hati tak tertolong. Allah menghendaki bocah cantik itu kembali ke pangku-anNya. Tinggallah Anton dan istri tersedu sedih. Berbulan-bulan keluarga ini dilanda kepedihan. Tawa dan tangisan Susan yang dulu meramaikan suasana, tak terdengar lagi. Berbeda dengan sang istri yang beberapa tahun kemudian bisa menerima kenyataan, tak demikian halnya Anton. Ia seakan ”menggugat” Sang Pencipta atas kenyataan yang dihadapi. Ia jadi amat pendiam dan tertutup. Tak mau lagi bergaul dengan teman dan tetangga. Setiap hari hanya mengurung diri di rumah, ogah bersosialisasi dengan masyarakat. Selain tak banyak omong, Anton sekarang mudah marah dan tersinggung. Suatu malam Anton bermimpi, seperti berada di surga. Ia menyaksikan parade malaikat kecil berjajar dalam barisan di kanan dan kiri sebuah gapura berbentuk mahkota yang amat besar. Masing-masing malaikat berbaju putih tersebut memegang sebuah lilin. Namun, di antara deretan lilin yang bersinar itu ada satu tidak menyala. Betapa terkejutnya ketika melihat dari dekat ternyata malaikat kecil pemegang satu-satunya lilin yang padam itu adalah Susan, anaknya. Segera ia menghambur menggendong Susan. “Sayang, mengapa lilinmu tidak menyala Nak?” Yang ditanya menjawab lirih, ”Papa. Sebenarnya mereka berkali-kali menyalakan lilinku. Tapi air mata Papa selalu menyiram lilin ini sehingga padam.” Tergagap Anton bangun dari tidurnya. Mimpi itu segera mengubah dirinya. Sungguh. Ketika menuturkan kisah hidupnya beberapa hari lalu, Anton sudah kembali seperti saat saya kenal sebelumnya. Seorang pekerja yang periang, ramah kepada siapa pun dan suka menolong. Ia sadar tak mau lagi menghamburkan air mata sia-sia yang hanya akan memadamkan lilin buah hatinya.