Jangan Buru-buru Bypass

Agus Surono

Penulis

Jangan Buru-buru Bypass

Intisari-Online.com - Divonis sakit jantung tentu bikin kita deg-degan. Bahkan sudah terbayang operasi yang mahal biayanya. "Ibaratnya naruh mobil bukan di garasi tapi di dada," seloroh seorang teman yang mengalami operasi bypass. Namun, benarkah vonis harus berujung di meja operasi? Simak dua kisah berikut.

Ketika bangun di suatu pagi, Shyam Aggarwal, seorang pebisnis, merasa dadanya seperti tertekan. Namun beberapa saat kemudian, rasa nyeri tersebut mereda. Menganggap hal ini hanya salah cerna, ia pergi ke kantor seperti biasa. Namun, beberapa jam kemudian, ia ditemukan oleh sekretarisnya, pingsan di dekat secangkir kopi, dan rokok menyala yang sudah melubangi kertas-kertas di atas mejanya.

Shyam langsung dibawa ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) memperlihatkan bahwa ia terkena serangan jantung. Beberapa minggu kemudian, Shyam yang merasa sangat syok telah mulai kembali bekerja. la tidak percaya kalau bisa terkena serangan jantung dan sangat bingung memikirkan apa yang harus ia lakukan dengan keadaannya ini. Dokter jantungnya menyarankan agar ia segera menjalani operasi bypass, karena sewaktu-waktu ia bisa terkena serangan lagi.

Bukannya segera menjalani operasi, ia malah berkonsultasi dengan dokter jantung lain untuk memperoleh opini kedua. Menurut dokter jantung yang kedua ini, obat-obatan saja cukup untuk menanggulangi kondisinya saat ini. Nanti, jika perlu, bisa saja dilakukan angioplasti. Shyam pun memutuskan untuk menunggu dan mulai mempelajari perihal penyakit jantung lewat berbagai literatur. Suatu ketika ia membicarakan hal ini dengan seorang teman dokter. Menurut temannya ini Shyam bisa memperbaiki penyakit jantungnya dengan menggunakan program diet, olahraga, dan perubahan gaya hidup. la pun memberi Shyam sebuah artikel mengenai program ini.

Dokter jantung Shyam tertawa ketika ia menceritakan kemungkinan memperbaiki penyakit jantungnya dengan program diet dan olahraga dan beranggapan ini hanya omong kosong belaka.

Namun, dokter teman Shyam tadi mendorongnya untuk mencoba program tersebut, karena ini merupakan pilihan yang paling aman baginya. Shyam mulai menjalankan program itu. Beberapa bulan kemudian, ia kembali datang ke ahli jantung pertama yang menganjurkannya melakukan operasi bypass. Dokter jantung tersebut hampir tidak bisa mempercayai perubahan yang tampak pada uji stres talium Shyam. Keabnormalan yang dialaminya dulu kini terlihat membaik, sehingga ia merasa bahwa sekarang Shyam tidak perlu menjalani tindakan apa-apa lagi. Tiga tahun kemudian, Shyam sudah bisa bermain tenis dan berenang selama satu jam sehari.

Cerita kedua dialami Suresh, seorang guru. Ia mulai merasakan kalau napasnya menjadi pendek-pendek bila ia berjalan meskipun hanya menempuh jarak yang pendek. Mulanya ia tidak begitu mempedulikannya sampai ia mulai merasa nyeri di dada. Sebagai mantan pemain basket, rasanya ia tidak percaya ada sesuatu yang kurang beres dengan kesehatannya. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis kalau ia mengalami angina pektoris, meresepkannya obat, dan menganjurkan ia melakukan angiografi untuk mengetahui seberapa parah penyumbatan pada arteri jantungnya. Suresh begitu takut dengan prosedur medis ini dan merasa bahwa ia lebih baik memasrahkan hidupnya pada Tuhan, serta menolak menjalaninya begitu ia mendengar bahwa prosedur tersebut mempunyai dampak serius.

Suresh memilih berkonsultasi dengan Dr. Ram, seorang dokter dalam bidang perilaku yang terlatih yang pernah membantunya menghentikan kebiasaannya merokok dengan cara hipnotis. Dalam observasinya, dr. Ram mendapati bahwa Suresh merupakan orang yang ambisius dan haus kekuasaan. Diprovokasi sedikit saja ia mudah sekali marah, dan kemarahan itu bisa berlangsung sampai berhari-hari. Dr. Ram mulai melatih Suresh untuk menghubungkan kepribadiannya dengan penyakit jantung dan memintanya menjalani diet Pritikin serta hipnoterapi mendalam untuk mengubah kepribadiannya.

Dalam waktu dua minggu, Suresh merasa nyeri pada dadanya mulai hilang dan ia bisa berjalan lebih jauh tanpa merasa kurang nyaman. Dalam waktu tiga bulan, Suresh sudah bisa berjalan cepat sejauh sekitar 5 km. Setahun kemudian, hasil tes olahraganya benar-benar sudah normal dan dokter juga sudah mengizinkannya kembali bermain basket. Enam tahun setelah itu, Suresh telah menjadi orang yang berbahagia dan lega tanpa ada tanda-tanda penyakit jantung sama sekali.Apa yang bisa Anda petik dari dua cerita tadi? Cari opini kedua atau malah ketiga untuk melihat persoalan lebih mendalam. Siapa tahu ternyata penyakit jantung Anda bisa disembuhkan dengan cara-cara alami. (Healing Heart Disease Naturally)