Penulis
Intisari-Online.com – Tak cuma anak-anak yang perlu nasihat. Presiden pun butuh nasihat dari para penasihatnya demi kelancaran tugas-tugas kepresidenannya.
Tak terkecuali Susilo Bambang Yudhoyono, presiden kita saat ini. Presiden ke-6 Republik Indonesia ini pada 26 Maret 2007 membentuk Dewan Pertimbangan Presiden (DPP).
Anggotanya terdiri atas sembilan orang, berasal dari berbagai disiplin ilmu. DPP yang berfungsi memberikan nasihat kepada presiden ini dibentuk menyusul disahkannya Undang-undang Pertimbangan Presiden oleh DPR pada Desember 2006.
Sejak pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri sebenarnya penasihat presiden sudah ada. Bedanya, pembentukan tim penasihat presiden saat ini dilandasi Undang-undang dan Keputusan Presiden.
Berbeda dari lembaga Dewan Pertimbangan Agung (DPA), struktur organisasi DPP lebih ramping dan hanya terdiri atas tujuh anggota serta satu ketua.
Tugas DPP memberikan pertimbangan kepada presiden. Pertimbangan itu akan dijadikan dasar untuk mengambil keputusan oleh presiden.
Penasihat presiden seperti yang ada di Indonesia sekarang meniru pada The Executive Office the President (EOP) di Amerika Serikat.
Penasihat presiden ini adalah staf terdekat presiden yang memberikan laporan secara langsung kepada presiden. EOP di kepresidenan Amerika Serikat direkomendasikan oleh United States Congres di tahun 1939.
Kemudian Brownlow Committee diakui sebagai staf pembantu presiden. Brownlow Committee sendiri adalah sebuah komisi bentukan eksekutif presiden. Anggotanya Louis Brownlow, Charles Merriam, dan Luther Gulick.
Kepada merekalah presiden meminta bantuan, masukan, atau nasihat secara langsung.
Pada pemerintahan presiden Franklin Roosevelt, jumlah dan pengaruh EOP makin besar. Tokoh-tokoh dalam EOP didukung oleh kurang lebih 1.800 pegawai full time yang setara tingkatannya.
Dalam struktur organisasinya EOP memiliki tiga tingkatan. Tingkat pertama adalah staf senior, jabatannya adalah Assistant to the President. Di tingkat kedua jabatannya Deputy Assistant to the President.
Kemudian tingkat paling bawah jabatannya Special Assistant to the President. Mereka bekerja menempati ruang West Wing dari Gedung Putih dan Executive Office Building, yakni ruangan tambahan di Gedung Putih.
Para penasihat yang bisa secara langsung berbicara pada presiden ini bukan anggota kabinet (atau menteri).
Ambil contoh The Office of Presidential Communication di AS, penasihat yang mengurusi hubungan dengan media atau media relasi, termasuk yang membuatkan pidato kepresidenan.
Penasihat lain adalah orang-orang yang memiliki pengaruh besar di segala bidang termasuk luar negeri, baik politik maupun sosial. Bahkan ada juga penasihat yang sudah bekerja pada presiden saat sebelum pemilu.
"Saking dekatnya" presiden dengan penasihatnya, terpilihnya para penasihat ini pun tak perlu persetujuan Senat. Kalau habis masa jabatan presiden, mereka pun habis masa jabatannya. (Dari peibagai sumber/Bimo – Intisari Mei 2007)