Find Us On Social Media :

Nusakambangan (2): Napi yang Sudah Jalani 2/3 Hukuman Dibiarkan Beraktivitas di Luar Penjara

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 11 Mei 2018 | 14:00 WIB

Intisari-Online.com – Sampai kin,i Nusakambangan masih dinyatakan sebagai pulau tertutup.

Pengelolaannya berada di bawah kendali Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (MenkehHam).

Izin dengan keperluan khusus bisa diberikan setelah mendapat persetujuan dari Kantor Wiiayah Kehakiman dan HAM, serta MenkehHam.

Surat persetujuan itu nantinya dipakai sebagai pas masuk di dermaga pemberangkatan Wijaya Pura, Cilacap.

Namun, Anda juga bisa berkunjung ke sana dengan mendaftarkan diri pada Dinas Pariwisata Kabupaten Cilacap.

Instansi tersebut akan mengatur perjalanan Anda menikmati berbagai keindahan di Nusakambangan.

Baca juga: Urutan Eksekusi Hukuman Mati Narapidana di Nusakambangan yang Buat Narapidana Tak Kuasa Menahan Tangis

Secara umum ada tiga jenis obyek wisata yang menarik. Yaitu gua-gua alam, pantai berpasir putih, serta suasana kehidupan penjara. Ada sekitar 25 gua alam di Nusakambangan.

Dari antaranya, gua Ratu yang paling banyak dikunjungi. Gua yang sering dipakai bersemedi itu dipercaya sebagai istana siluman.

Pantai Permisan dan Pantai Pasir Putih juga menjadi incaran para pelancong. Pantai Permisan yang berbatasan langsung dengan pantai selatan dikenal sebagai Tanah Lot Nusakambangan.

Sedangkan Pantai Pasir Putih terletak satu kilometer di timur Permisan.

Perjalanan ke sana sangat menyegarkan karena melewati perbukitan dengan rimbunnya tetumbuhan.

Yang paling menarik adalah melihat suasana penjara dan kehidupan para napi asimilasi.

Napi yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman itu dibiarkan berada di luar penjara dengan mengerjakan berbagai aktivitas. Mereka mudah dikenali dari seragam birunya.

Baca juga: 4 Fakta Pasca Kerusuhan di Mako Brimob Depok, Salah Satunya 145 Narapidana Dipindahkan ke Nusakambangan Dengan Pengawalan Super Ketat

Jatah telur untuk orkes dangdut

Sebagai pulau untuk pesakitan, riwayat Nusakambangan dimulai pada 1934. 

Waktu itu Department van Recht en Justitie, semacam Departemen Kehakiman zaman pemerintahan Belanda, menetapkannya sebagai penjara pulau.

Pemerintah kolonial Belanda menggunakannya sebagai tempat membuang penjahat kaliber tinggi, yang lama hukumannya lebih dari lima tahun. Warisan itu dilanjutkan pemerintah Indonesia.

Belanda membangun delapan penjara: Permisan, Gladakan/Nirbaya, Karanganyar, Batu, Glinger, Karangtengah, Besi, dan Limus Buntu. Pemerintah Indonesia menambah satu penjara lagi, Kembangkuning, di tahun 1950.

Kini dari sembilan LP hanya empat yang masih digunakan, yaitu Batu, Besi, Kembangkuning, dan Permisan.

Baca juga: Baasyir Baiat Anggota ISIS di LP Nusakambangan

Permisan yang berkapasitas 500 orang dibangun paling awal, tahun 1908.

Letaknya di ujung barat pulau atau 12 km dari Dermaga Sodong. Lima kilometer di timur Permisan tepat di tepi jaian terdapat LP Kembangkuning, yang juga dipakai untuk mengurung napi kriminal.

Dekat Kembangkuning, juga dua kilometer ke timur, berdiri LP Besi, yang sejak Februari 2000 dikhususkan untuk para napi yang tersangkut kasus narkotika. Disebut Besi karena bangunan penjara itu banyak terbuat dari besi dan seng.

LP terakhir yang paling dekat dengan Sodong adalah Batu. Kendati LP Batu dibangun pada 1924, bangunannya masih tampak kukuh dan bersih.

Untuk masuk ke halaman utama, tamu harus melewati empat pintu gerbang yang dijaga selama 24 jam.

Halaman biasa dipakai untuk upacara bendera dan tempat para napi bermain bola voli atau tenis meja.

Di sisi kiri terdapat masjid. Ada pula aula untuk mengikuti latihan keterampilan dan kerajinan.

Di Hari Kemerdekaan, lapangan utama sering diramaikan dengan acara ndangndutan. Mereka mengundang orkes dangdut dari Cilacap.

Dananya mereka kumpulkan dengan menukarkan jatah telur yang seharusnya mereka terima dua kali dalam seminggu.

Suasana jadi meriah, siapa sangka kalau keriangan itu berada di bui Nusakambangan.

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 2002)

Baca juga: Nusakambangan Yang Tak (Lagi) Angker