Find Us On Social Media :

Sepenggal Percakapan Ibu & Anak

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 10 April 2014 | 21:00 WIB

Sepenggal Percakapan Ibu & Anak

Intisari-Online.com – Ketika itu sedang diadakan rapat komite SMA dan kepala sekolah bercerita tentang percakapan seorang siswa dengan ibunya.

“Nak, belajarlah yang rajin agar jadi anak yang pandai sebagai bekal hidupmu kelak. Sekarang kau kelas satu, belajarlah agar naik ke kelas dua,” kata Ibu itu.

“Iya Bu, saya berjanji. Nanti kalau saya naik kelas, belikan saya telepon selular ya?” tukas anaknya.

Jawab Ibu itu, “Belajarlah yang rajin Nak. Dan berdoalah, apa yang kau minta pasti kau dapatkan nanti.”

Si anak berdoa dan belajar, dan ibunya pun mendoakan. Akhirnya anak itu pun naik ke kelas 2.

“Bu, aku naik kelas. Mana telepon selular untukku?” tanya anak itu.

“Nak, doamu dan doaku terkabul, kau naik kelas. Soal ponsel, kau ‘kan tahu keadaan kita sekarang. Berdoa dan belajarlah yang rajin agar naik ke kelas 3.”

“Aku mengerti, Bu. Nanti kalau aku naik kelas, belikan aku komputer ya,” jawab anak itu.

“Belajarlah yang rajin, Nak. Dan berdoalah, apa yang kau minta pasti kau dapatkan nanti,” jawab sang Ibu.

Anak itu berdoa, dan belajar. Ibunya pun mendoakan anak itu agar naik kelas. Akhirnya anak itu pun naik ke kelas 3.

“Nak, Ibu bangga padamu. Kau  naik kelas, peringkat satu pula,” kata sang Ibu pada suatu ketika.

“Jadi, kapan kita beli komputernya, Bu?” tanya anak itu.

“Nak…”

“Bagaimana sih! Ibu ‘kan selalu bilang ‘Berdoalah, apa yang kau minta pasti kau dapatkan nanti’,” jawab anak itu dengan kesal.

Sang Ibu tidak bisa menjawab anaknya, hanya meneteskan air matanya.

“Pokoknya aku mau ponsel dan komputer. Titik!” tukas anak itu.

Akhirnya Ibu itu menjawab dengan lembut tapi tegas, “Nak, Kau sudah SMA, kau sudah besar dan sekarang kelas 3. Kau tahu ‘kan, masa depanmu ada di tanganmu. Kau yang menentukan masa depanmu. Ibu dan bapakmu berdoa untukmu dan melakukan semua untuk membantumu. Sampai saat ini SPP dan kebutuhanmu yang lain bisa kami penuhi. Setahun lagi…..”  Ibu itu tampak meneteskan air mata.

“Aku mengerti, Bu,” jawab si anak sambil memeluk ibunya.

“Gunakanlah dan manfaatkan komputer di laboratorium sekolah sebaik mungkin. Bila memang perlu, kau boleh ke warnet saja untuk belajar, Nak,” lanjut Ibunya.

“Aku mengerti, Bu,” jawab anak itu sambil mengeratkan pelukannya pada ibunya.

“Belajarlah yang rajin, Nak. Dan berdoalah, apa yang kau minta pasti kau dapatkan nanti.”

Anak itu pun berdoa dan belajar. Ibunya pun mendoakan. Akhirnya si anak pun lulus dari SMA. Sang ibu terbayang akan permintaan anaknya. Tapi, karena keadaan, ia tidak pernah berani menjanjikan untuk membelikannya. Kemudian terlintas di pikirannya, sejak melahirkan anaknya dan kemudian membesarkannya sampai lulus SMA seberapa besar jumlah biayanya? Nilai ponsel dan komputer pasti tidak cukup untuk menggantinya. Tapi, seorang ibu tak hendak membuat hitung-hitungan dengan anaknya.

Beberapa hari kemudian si anak memberitahu bahwa ia diterima di perguruan tinggi dengan beasiswa. Sang Ibu meneteskan air mata haru penuh syukur dan bangga. Dua minggu kemudian pada acara pelepasan di sekolah Sang Ibu naik ke atas panggung mendampingi anaknya menerima hadiah sebuah komputer jinjing dan sebuah ponsel. Ibu itu hanya tersenyum kepada anaknya.

Katanya, “Nak, berterima kasihlah pada guru-gurumu.” (BMSPS)