Find Us On Social Media :

Mengembalikan Senyum Paimin

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 8 Januari 2015 | 19:00 WIB

Mengembalikan Senyum Paimin

Intisari-Online.com – Hari baru pukul 10.00, tapi Ravva sudah letih bukan main. Ia baru saja buka kantor lagi setelah cuti dua hari. Pagi-pagi pekerjaan sudah menumpuk. Maklum saja, istri Ravva baru saja melahirkan anak pertama, putra dan putri kembar, rezeki besar yang sudah lima tahun dinantikan.

Dicobanya menelan semua kenyataan itu. Sebuah keluarga bahagia. Tapi kini ada empat mulut yang harus dinafkahi.

Dipandanginya foto-foto yang berjajar di dinding studio fotografinya. Ravva berjiwa indi. Wirausaha. Tapi namanya berusaha sendiri, masih banyak alangan yang mesti diterjang. “Teerrt…” ponselnya bergetar. Dari Rani, istrinya.

“Say … jangan lupa, belikan minyak kayu putih, popok bayi, dan o ya … kau tak lupa pesananku kemarin ‘kan?”

Ravva tak lupa.

Merasa “penuh” dan “pengap” ia keluar dari ruang kantornya yang berpendingin udara. Di luar kebetulan tukang sampah, Paimin, sedang mengangkut sampah-sampah di bak sampahnya. Ia menghampiri Paimin.

Entah kenapa, sejak dulu ia suka pada Paimin. Paimin termasuk pekerja yang selalu riang.

Tapi pagi itu Paimin kelihatan murung.

“Gimana Min? Kabarmu?”

“Anak saya kena demam berdarah, Bos. Ibunya lagi kena muntaber lagi. Semalem saya gak  sempat istirahat; saya bawa mereka ke rumah sakit. Mana KTP saya bukan KTP Jakarta lagi, tak bisa minta tanggungan orang miskin, Bos. Tapi untung RSUD mau terima dulu. Ga tau gimana tuh nanti … Maap, Bos. Boleh saya minta minum?”

Ravva terhenyak, “Kamu sudah makan?”

Beluum juga…” jawab Paimin ragu-ragu sambil tersipu.

Ravva segera masuk, menyuruh anak buahnya mengambil air segelas dan menyuruhnya mengambil nasi dan lauk-pauknya. “Min, selesai kamu makan, ayo, temani aku ke rumah sakit. Barangkali ada yang bisa kubantu untuk anak dan istrimu.”

Wajah Paimin yang kuyu serentak berbinar.

Bener Bos? Ya ya, saya makan dulu yah…”

Sesungging senyum menghiasi bibir Ravva. Hidupnya tak terasa berat lagi. Ia bertekad melakukan apa saja yang ia mampu, untuk melihat wajah Paimin riang kembali. (Intisari Agustus 2012)