Find Us On Social Media :

Menjelajah Pulo Aceh

By Agus Surono, Sabtu, 8 Februari 2014 | 14:00 WIB

Menjelajah Pulo Aceh

Keesokan harinya kami langsung menuju dermaga. Di luar dugaan, perahu yang disediakan ternyata jauh lebih kecil dari yang kami tumpangi kemarin. Kapasitas penumpangnya mungkin tak sampai sepuluh orang. Tapi apa boleh buat, daripada urusan jadi tambah panjang lebih baik kami iyakan saja. Kebetulan angin juga masih bertiup dengan ramah. Pagi itu kami tinggalkan Pasi Janeng yang suasana alamnya cukup meriah untuk ukuran sebuah desa di pulau terpencil. Sayangnya, ada sebuah pantai indah di lokasi ter-sebut yang tidak sempat kami kunjungi.

Meramal di tengah badai

Semula kami sangat menikmati perjalanan ini. Kami (berempat) didampingi si pemilik perahu dan ”asisten”-nya terayun-ayun lembut dibuai ombak. Setengah perjalanan telah kami lalui dengan aman. Menurut informasi, perjalanan ini membutuhkan waktu antara 1 - 1,5 jam.

Mula-mula perahu berjalan pelan. Namun, lama-kelamaan perahu terasa oleng, dan semakin bertambah keras. Si pemilik perahu memerintahkan saya pindah ke tengah karena posisi perahu mulai tidak seimbang. Angin yang mendadak bertiup sangat kencang menciptakan gelombang-gelombang besar yang menakutkan. Perahu semakin terguncang. Ombak mulai meninggi, ”asisten” sibuk menguras air yang mulai masuk ke badan perahu, dan tiba-tiba mesin tempel mati! Suasana yang santai berubah tegang, sampai-sampai seorang rekan berzikir dengan keras.

Saya sempatkan melirik ke arah pemilik perahu. Tampaknya ia tidak terpengaruh dengan perubahan alam yang tiba-tiba itu. Entah sudah terbiasa atau justru karena pasrah. Dengan tenang ia malah mengajak ngobrol rekan-rekan saya. Resep ini justru ampuh meredam ketegangan teman-teman. Apalagi ia punya keahlian meramal. Ia bisa menebak dengan tepat ciri-ciri fisik pacar rekan saya. Saya sempat dikomentari soal cita-cita yang katanya setinggi langit. Wah!

Setengah jam kemudian persoalan mesin bisa diatasi. Perahu pun melaju menembus badai dan mendarat dengan mulus di Meulingge. Dengan basah kuyup kami menginjakkan kaki di P. Breueh. Tujuan kami di sini adalah sebuah mercusuar peninggalan Belanda di Ujong Peuneng, Desa Meulingge. Untuk maksud itu, kami bertandang ke rumah keucik (kepala desa) setempat guna sowan dan bertanya soal rutenya.

Lokasi mercusuar adalah di ujung tebing, sekitar 2 - 3 km dari kampung dengan jalan yang sangat menanjak. Dengan napas ngos-ngosan, kami sampai juga di pelataran mercusuar. Tak sia-sia kami menempuh perjalanan begitu melihat bangunan setinggi 45 m yang berdiri gagah di ujung tebing. Dari kejauhan mirip batang korek api.

Didampingi seorang penjaga mercusuar kami mulai menapaki lantai demi lantai sambil mengamati tiap unsur bangunan yang kokoh. Ciri khas bangunan Eropa! Tiap lantai dihubungkan dengan tangga melingkar menuju puncak. Lampu mercusuar tentu saja berada di puncak bangunan dengan sisi luarnya di kelilingi balkon. Dari balkon inilah kami bisa memandang lautan lepas sambil menikmati hijaunya P. Breueh dari ketinggian.

Bangunan berlantai delapan ini dilengkapi dengan inkripsi dari plat kuningan yang memuat sejarah pendirian dan tokoh-tokoh yang mensponsorinya. Antara lain termuat tulisan ”Willem’s Toren” dan angka tahun ”1875”, serta beberapa nama pejabat dan tokoh pen-ting Belanda. Antara lain kepala Departemen Kelautan Hindia Belanda.

Kompleks mercusuar ini dilengkapi dengan bangunan pendukung, yaitu bangunan memanjang yang terdiri atas ruangan-ruangan sempit. Beberapa puluh meter dari menara, dibatasi oleh tangga naik terdapat reruntuhan bangunan yang telah ditumbuhi pohon besar dan semak belukar. Kesan angker sangat kental mewarnai reruntuhan tersebut. Apalagi ada yang bilang, bangunan ini dulunya berfungsi sebagai penjara bawah tanah.

Tertipu keucik

Tampaknya P. Breueh merupakan salah satu tempat yang dikhususkan sebagai lokasi pengawasan maritim di kawasan Selat Malaka dan Samudra Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pulau tersebut melengkapi keberadaan P. Weh sebagai kota bandar atau kota perdagangan. Selain mercusuar, proses pengawasan itu didukung dengan fasilitas-fasilitas lain berupa dermaga serta gudang persenjataan.